REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Gempa yang terus terjadi di sepanjang pantai barat Sumatra mendapatkan perhatian serius Istana Presiden. Apalagi, kekuatan gempa itu cukup besar.
Staf Khusus Presiden bidang Bantuan Sosial dan Bencana, Andi Arief, mengatakan gempa besar berpotensi terjadi di wilayah Jakarta mengingat meningkatnya intensitas gempa di sepanjang pantai barat Sumatra. ''Intensitas gempa yang kian meningkat di zona patahan aktif di sepanjang pantai barat Sumatra belakangan ini, memunculkan kekhawatiran bahwa potensi rambatan gempa dapat sewaktu-waktu menuju ke Ibukota,'' ujarnya cemas dalam siaran persnya di Jakarta, Kamis (24/6).
Menurutnya, Jakarta pernah terguncang gempa dahsyat antara lain pada tahun 1699, 1780, 1883, dan 1903. Dikatakannya, meski kekhawatiran tersebut tidak perlu dibesar-besarkan, pemerintah harus segera membenahi sistem manajemen bencana yang dapat mengantisipasi situasi krisis apabila gempa itu benar-benar terjadi di Jakarta.
Untuk itu, hari ini Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana (SKP BSB) mengundang dua pakar manajemen bencana yaitu Professor Antony Saich dan Dr Arnold Howitt dari Sekolah Ilmu Pemerintahan John F. Kennedy, Universitas Harvard, Amerika Serikat untuk membagi pengetahuan dan pengalamannya.
Kedua ahli ini berpengalaman dalam hal manajemen bencana dan pengelolaan situasi krisis di Amerika Serikat dan Cina. Keduanya akan berbicara di depan petinggi lembaga-lembaga pemerintah yang terkait dengan bencana, seperti BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), BMKG (Badan Meteorologi dan Geofisika), Badan Geologi ESDM, Badan SAR Nasional, serta akademisi dari perguruan tinggi dan lembaga riset, dalam sebuah sesi diskusi di Istana Presiden.
''Cina memiliki pengalaman yang baik dalam menangani gempa dan banjir seperti kita. Sementara AS berpengalaman mengelola situasi krisis pada saat badai topan. Pengalaman kedua negara sangat relevan untuk kita jadikan referensi,'' jelas Soeyanto, Asisten Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana (SKP BSB).