REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Penyakit pencernaan dan sembelit merupakan penyakit yang umum menimpa penduduk Indonesia. Bila ditelisik lebih jauh, gangguan kesehatan yang bisa berakibat fatal tersebut ternyata berkaitan dengan tingkat konsumsi sayuran masyarakatnya.
Sekretaris Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian, Sri Kuntarsih, menuturkan, tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia termasuk yang paling rendah di dunia.
Rakyat Indonesia, kata Sri Kuntarsih, hanya mengkonsumsi 35 kilogram sayuran per kapita per tahun. Angka itu jauh lebih rendah dengan angka konsumsi sayuran yang dianjurkan organisasi pangan dan pertanian dunia (Food and Agriculture Organization/FAO), yaitu 75 kilogram per kapita per tahun.
''Rendahnya konsumsi sayuran masyarakat kita inilah yang mengakibatkan penyakit pencernaan dan sembelit yang bisa fatal bagi kesehatan,'' ujar Sri Kuntarsih di Jakarta, Senin (14/6).
Sri Kuntarsih melanjutkan, rendahnya konsumsi sayuran hampir sama dengan tingkat konsumsi buah-buahan masyarakat Indonesia. ''Untuk konsumsi buah-buahan bahkan lebih rendah daripada sayuran, tapi statistiknya tak jauh beda,'' imbuh Sri.
Direktur Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian, Yul H Bahar, menambahkan, berdasarkan data terakhir yang dikeluarkan FAO, tingkat konsumsi sayuran masyarakat Indonesia hanya lebih tinggi dari Thailand. ''Kita ada di angka 40,1 kilogram per kapita per tahun, sedangkan Thailand 30 kilogram per kapita per tahun,'' tutur Yul Bahar.
Adapun tingkat konsumsi sayuran masyarakat dunia secara berjenjang adalah Cina (270 kilogram per kapita per tahun), Singapura (120 kilogram), Myanmar (80 kilogram), Vietnam (75 kilogram), Filipina (55 kilogram), India (50 kilogram), Malaysia (49 kilogram), Indonesia (40,1 kilogram), dan Thailand (30 kilogram).
Tak semua kekurangan sayur
Kendati demikian, Yul Bahar menambahkan, rendahnya konsumsi sayuran rakyat Indonesia tidak bisa digeneralisir semua penduduk nusantara kekurangan makan sayuran. Di beberapa tempat atau suku bangsa, justru konsumsi sayurannya jauh berada di atas angka rekomendasi FAO.
''Untuk Jawa Barat atau suku Sunda, makan sayurannya lebih banyak dibandingkan daerah lain, tapi kalau di Padang sedikit. Manado hampir sama dengan Sunda,'' ucap Yul Bahar.
Dia melanjutkan, angka konsumsi sayuran turut dipengaruhi jumlah penduduk Indonesia. ''Jadi tetap saja ada yang makan sayurannya tinggi, tapi ada juga yang sangat rendah. Ini mempengaruhi angka konsumsi per kapita per tahunnya,'' jelasnya.
Yul Bahar melanjutkan, untuk meningkatkan konsumsi sayuran di Indonesia, Kementerian Pertanian sudah melaksanakan Gerakan Makan Sayuran yang setiap tahun difokuskan pada daerah tertentu. “Tahun ini kita fokuskan di Pekanbaru untuk Gerakan Makan Sayuran tingkat nasionalnya,” kata dia.
Pada tahun-tahun sebelumnya, lanjut Yul Bahar, Gerakan Makan Sayuran sudah dilakukan di Mataram (NTB), Aceh, DKI Jakarta, dan Indramayu (Jawa Barat). Menurut dia, pencanangan Gerakan Makan Sayuran sangat diminati pemerintah daerah. Buktinya, Kementerian Pertanian kewalahan menerima usulah dari daerah yang menginginkan ada pencanangan Gerakan Makan Sayuran di daerahnya.
''Untuk tahun depan kita akan pertimbangkan tiga calon, yaitu Banten, DKI Jakarta, dan Makassar (Sulawesi Selatan). Daerah lain sudah banyak yang mengajukan untuk tahun 2012,'' tandas Yul Bahar