REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Staf Khusus Presiden Bidang Hukum dan HAM, Denny Indrayana, berharap keputusan Kejaksaan Agung untuk menempuh Peninjauan Kembali (PK) atas kasus Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto tidak menganggu agenda pemberantasan korupsi. Presiden, kata Denny, tidak akan melakukan intervensi karena hal itu dilarang oleh Undang-Undang Dasar 1945.
Denny menyampaikan hal itu, Jumat (11/6) di kantornya, menanggapi Kejaksaan Agung yang memutuskan untuk mengambil opsi PK setelah ditolaknya banding Kejaksaan Agung oleh Pengadilan Tinggi Jakarta terkait putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengenai Surat Keterangan Penghentian Penuntutan (SKPP) kedua pimpinan KPK itu.
''Jadi di antara opsi-opsi yang ditawarkan kemudian Kejaksaan Agung mengambil opsi PK. Itu akan berjalan yang kita harapkan dan garis bawahi adalah agar proses ini bisa berjalan cepat, maksudnya cepat supaya tidak mengganggu proses pemberantasan korupsi,'' kata Denny.
Sekretaris Satgas Pemberantasan Mafia Hukum ini mengingatkan, Presiden sudah mempersilakan Jaksa Agung untuk mengambil langkah yang terbaik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. ''Tentu banyak yang berharap yang mendorong Presiden memberikan instruksi atau arahan. Itu tidak dilakukan. UUD kita melarang ada intervensi dari manapun,'' jelasnya.
Menurut Denny, sikap Jaksa Agung sudah jelas tidak akan melimpahkan berkas perkara Bibit-Chandra ke pengadilan. ''Setelah PK, apa nanti kita lihat putusannya,'' ujarnya.