REPUBLIKA.CO.ID,MATARAM--Adanya indikasi kuatnya kuatnya akses ekonomi di wilayah hukum dapat mencederai institusi hukum. Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Jakarta, Patra M Zen mengatakan, akses politik dan ekonomi yang besar ternyata bisa mengatur dan memainkan institusi hukum.
Menurut Patra, pasar biasanya akan mempertemukan penjual dan pembeli. Penjual ini adalah pengusaha, pejabat, serta politikus hitam. Pembelinya adalah penegak-penegak hukum yang nakal baik dari kalangan polisi, jaksa, hakim, dan pengacara.
''Di tengah-tengah pembeli dan penjual ini ada seorang makelar kasus atau terkenal dengan sebutan markus,'' paparnya dalam diskusi Rapimnas dan Loka Karya Nasional KAMMI Pusat, di Mataram, akhir pekan lalu.
Dia menjelaskan, akibat dari transaksi itu, penegakan hukum menjadi tebang pilih. Kasus dipenjarakannya Misbakhun menjadi contoh tebang pilihnya penegak hukum dalam menegakkan keadilan. ''Mengapa tebang pilih, dalam kasus Misbakhun saja dalam waktu dua hari Presiden sudah menanda tangani berkas izin pemeriksaan oleh Mabes Polri,'' ungkapnya.
''Sedangkan dalam kasus mantan Gubernur Jawa Tengah, Sukawi Sutarip, yang notabene merupakan Ketua Partai Demokrat Jateng dibiarkan saja menguap sampai sekarang tidak ditanda tangani oleh Presiden,'' ujarnya menyesali perilaku berbeda tersebut.
Kasus yang lain, lanjut dia, adalah Komjen Susno Duadji yang dipenjarakan karena keterangan Sjahrir Djohan dan Haposan Hutagalung dalam berita acara yang menyebutkan Susno menerima suap Rp 500 juta. ''Celakanya berita acara tersebut dibuat berdasarkan keterangan Sjahrir Djohan dan Haposan Hutagalung, yang sebelumnya diungkap oleh Susno sebagai makelar kasus sesungguhnya,'' papar Patra.