REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Meski menyatakan seluruh proses pengadaan uang pecahan Rp 100 ribu pada 1999 sudah sesuai prosedur, Bank Indonesia (BI) tetap menanggapi kabar suap di balik pengadaan tersebut dengan penyisiran ulang atas proses tersebut, termasuk memanggil para penanggungjawabnya. Empat orang sudah dipanggil dan tidak tertutup kemungkinan bertambah.
‘’Penyisiran tak hanya dokumen saja. Tapi juga memanggil beberapa orang yang pada waktu itu aktif di situ,’’ kata Deputi Gubernur BI Budi Rochadi, Kamis (27/6). Dia menegaskan BI tak peduli dengan penyebutan inisial S dan M dalam pemanggilan para penanggung jawab pengadaan uang tersebut.
‘’Kami tak peduli inisial M, S, karena itu belum tentu benar A B C D-nya,’’ kata Budi. Pemanggilan berdasarkan data personalia. Sebagian besar pejabat yang dipanggil sudah memasuki masa pensiun.
‘’Tidak bisa bilang siapa saja yang dipanggil. Tapi ini orang-orang yang bertanggung jawab terhadap proses itu,’’ kata Budi. Hingga Kamis (27/5), sebut dia, empat orang sudah dipanggil. ‘’Bisa bertamabah sesuai perkembangan. Terendah, staf. Tertinggi, Direktur,’’ kata Budi.
Menurut Budi, proses meminta keterangan tak menyentuh level Deputi Gubernur BI atau pejabat yang lebih tinggi. ‘’Tapi kalau terpaksa, ya kita tanya deputinya,’’ kata dia. Budi menyebutkan direktorat yang bertanggung jawab atas pengadaan mata uang baru adalah Direktorat Peredaran Uang (DPU).
Meski bereaksi dengan menggelar audit internal, memanggil para penanggung jawab pengadaan dan juga membuka hubungan dengan pihak Australia, BI menekankan bahwa dugaan suap ini baru sekadar kabar. Ia menegaskan pula, hasil audit internal bahkan audit BPK atas pengadaan 500 lembar pecahan Rp 100 ribu menyatakan berlangsung sesuai ketentuan. ‘’Ini kan baru tuduhan, lemparan isu, rumor dari pihak lain. Belum tentu benar,’’ kata Budi.