REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Pjs Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution mengatakan BI sudah berkoordinasi dengan Mabes Polri untuk mencari kejelasan tuduhan dugaan suap dalam pengadaan uang pecahan Rp 100 ribu pada 1999. Semua pejabat berinisial S dan M yang menjabat saat itu dan memiliki kaitan dengan proses pengadaan tersebut, juga sudah dipanggil.
‘’Kami sebenarnya ingin DPR yang menyikapi ini. Kami sudah koordinasi dengan Polri untuk tindaklanjuti pemberitaan ini,’’ kata Darmin, di gedung DPR, Rabu (2/6) petang. Menurut dia, karena kasus dugaan suap itu ditangani kepolisian federal Australia (AFP), maka komunikasi akan lebih mudah jika dilakukan juga oleh Polri.
‘’Saya kira kalau polisi dengan polisi mestinya lebih mudah urusannya,’’ kata Darmin. BI meminta Polri turun tangan dalam tuduhan tersebut. Sehingga selain BI melakukan pemeriksaan terhadap jajarannya, juga ada koordinasi dengan aparat penegak hukum.
Darmin mengatakan seiring pemberitaan adanya dugaan suap dalam pengadaan itu, BI sudah memanggil pejabat saat itu yang berinisial S dan M. ‘’Semua yang ada inisial S dan M kami panggil. Deputinya juga. Sebenarnya ada tiga deputi, tapi yang tidak ada inisial S atau M ada satu orang. Jadi yang kami panggil yang dua,’’ kata dia.
Tapi dia menepis Muliaman D Hadad sebagai salah satunya. ‘’Waktu itu dia bukan direktur di situ. Tidak ada urusannya. Jadi hanya dipanggil orang yang ada urusannya,’’ kata dia. Darmin menegaskan semua pejabat saat itu yang bertanggung jawab atas proses tersebut sudah dimintai keterangan pula.
‘’Setelah kami pelajari semua prosedurnya, mereka bilang boro-boro mau deal soal suap sementara mereka tidak pernah berurusan dengan perantara,’’ kata Darmin. Semua pembicaraan terkait pengadaan uang Rp 100 ribu itu, ujar dia mengutip keterangan para pejabat saat itu, dilakukan langsung dengan pihak Securency International.
Darmin menepis pula kemungkinan pejabat senior BI di luar struktur yang membawahi proses pengadaan itu bisa campur tangan. ‘’Caranya bagaimana ? Bodoh benar begitu perantaranya ?’’ ujar dia.
Menurut Darmin, Dewan Gubernur juga tak pernah ikut campur dalam proses semacam itu. ‘’RDG (rapat dewan Gubernur) tidak pernah membahas itu,’’ kata dia.
Terkait kasus ini, Darmin dipanggil oleh DPR untuk memberikan keterangan. Pertemuan itu dijadwalkan berlangsung pukul 14.00 WIB, Rabu (2/6). Setelah Darmin menunggu dari pagi dengan beragam agenda DPR, pertemuan itu batal.
Agenda pada hari itu, DPR seharusnya membahas RUU Mata Uang bersama BI, Kementerian Keuangan, serta Kementerian Hukum dan HAM. Tapi agenda ini batal karena ketidakhadiran Menteri Hukum dan HAM.
Agenda DPR lalu berlanjut dengan pembahasan awal RAPBN 2011. Sesudah agenda ini, seharusnya digelar pertemuan dengan BI terkait pengawasan perbankan. Tapi agenda ketiga itu diganti dengan permintaan keterangan BI untuk kasus dugaan suap pencetakan uang tersebut. Namun, saat sidang pembahasan awal RAPBNP 2011 usai, pertemuan untuk kasus ini dinyatakan batal.