Senin 24 May 2010 02:01 WIB

Muktamar Pemuda Muhammadiyah Deadlock

Rep: C26/ Red: taufik rachman

REPUBLIKA.CO.ID,AKARTA – Momentum transformasi kepemimpinan yang diharapkan bisa dihasilkan di Muktamar Pemuda Muhammadiyah (PM) akhirnya kandas di tengah jalan. Muktamar PM itu terpaksa ditunda tanpa batas waktu yang ditentukan. Alasannya, karena tidak kesepakatan anggota forum muktamar.

Persoalan yang menjadi pemicu deadlock-nya muktamar tersebut karena forum terbelah ke dalam dua arah pemahaman yang berbeda. Satu kelompok menginginkan agar dalam pemilihan menggunakan sistem ‘one man one vote’ atau satu orang satu suara. Sementara kelompok lainnya menginginkan sistem ‘one man one delegation’, yakni menginginkan satu delegasi satu suara.

Namun, peserta forum menolak sistem ‘one man one delegation’ yang berarti, masing-masing wilayah hanya punya satu suara. Sementara peserta perwakilan daerah tidak memiliki suara. “Deadlock, sudah tidak bisa dilanjutkan karena forum tidak sepakat dalam sistem pemilihan,” kata Rosyidi, salah satu peserta asal Pamekasan, Jawa Timur, di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur, Ahad (23/5).

Menurut Rosyidi, perselisihan itu memang sudah muncul sejak hari pertama Muktamar. Dari situlah, lanjut dia, sudah tercium, peta-peta politik dalam muktamar. “Kayaknya petanya, ada Jawa dan non Jawa,” dia memrediksi.

Rosyidi menambahkan, sejak Sabtu (22/5) malam hingga Ahad (23/5) dini hari perseteruan masalah itu tetap berlangsung. Bahkan, salah satu kelompok sudah memunculkan gagasan untuk membawa masalah itu ke Pengurus Pusat Muhammadiyah, namun kelompok lainnya menolak. “Sudah ada rencana memanggil Pak Din (Din Syamsuddin, red), tapi ada yang tidak setuju,” terangnya.

Rosyidi mengungkapkan kekecewaannya terkait penundaan tanpa batas waktu tersebut. Alasannya, dia sudah bertekad untuk ikut menyukseskan muktamar tersebut. Apalagi, dia mengaku sudah menghabiskan banyak waktu agar muktamar itu tidak sia-sia. “Kalau sudah begini, kan tidak ada hasilnya,” ujarnya dengan nada sesal.

Ditundanya muktamar, menurut pria yang berprofesi sebagai guru itu, sangat sarat dengan muatan politis. Bahkan, dia memiliki dugaan kuat, kalau perseteruan itu ada kaitannya dengan partai-partai politik. “Semua itu, karena ada titipan-titipan partai politik.”

Hal serupa juga diungkapkan peserta lainnya, Fathor Rahman. Menurutnya, perbedaan pendapat itu mestinya tidak sampai menjadikan muktamar ditunda. Sebab, bagaimana pun itu berimbas pada psikologi Pemuda Muhammadiyah. “Di samping biayanya mahal, ke Kader Muhammadiyah dampaknya juga tidak bagus,” tuturnya menyayangkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement