Rabu 19 May 2010 11:52 WIB

Sri Mulyani: Sumbangan Saya tak Dikehendaki Sistem Politik

Rep: thr/ Red: Krisman Purwoko
Sri Mulyani
Sri Mulyani

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Sri Mulyani Indrawati mengaku sumbangannya sebagai pejabat publik kini sudah tidak lagi dikehendaki oleh sistem politik. Meskipun demikian dia mengaku tidak menyesal. Karena mundurnya dia sebagai Menteri Keuangan, diakuinya sebagai sebuah kemenangan bagi dirinya untuk menunjukkan bahwa dia memiliki integritas dan kebenaran.

"Ini adalah kemenangan bagi saya, saya menang karena saya tidak didikte oleh siapapun. Sumbangan saya atau apapun yang saya putuskan sebagai pejabat publik sudah tidak lagi dikehendaki dalam sebuah sistem politik," keluh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam kuliah umum bertema Kebijakan Publik dan Etika Publik, di Hotel Ritz Carlton, Selasa (18/5) malam.

Sri Mulyani menilai, dalam sistem politik ini ada perkawinan kepentingan yang sangat dominan dan nyata. Bahkan ada yang mengatakan itu adalah suatu sistem kartel. "Tapi saya lebih suka menggunakan kata kawin, walaupun jenis kelaminnya sama. Karena politik itu lebih banyak lakinya dibandingkan perempuan, hampir semua ketua partai politik lelaki kecuali saya," pungkasnya.

Menurut Menkeu, sistem politik ini sudah tidak menghendaki lagi, atau dalam hal ini tidak lagi memungkinkan untuk adanya suatu etika publik. Maka sangat tidak mungkin orang seperti dirinya untuk bisa eksis. "Tidak memungkinkan lagi suatu etika publik itu dimunculkan," kata dia.

Ketika dia menjadi pejabat publik, ungkap Sri, dirinya sudah berjanji untuk tidak berbuat korupsi. "saya tidak mengatakan itu gampang, sangat paintfull, dan saya tidak pernah mengatakan bahwa saya tidak pernah mengucurkan atau meneteskan airmata untuk mengatakan prinsip itu," tuturnya.

Dalam hal konflik kepentingan, Menkeu juga mengkritik pejabat yang berlatarbelakang pengusaha. Meski dikatakan yang bersangkutan telah meninggalkan usahanya atau bisnis, kata Sri Mulyani tapi semua orang tahu bahwa adik, kakak semuanya masih berjalan.  "Saya bingung kalau suatu keputusan yang dibuat, banyak catatan pribadi di buku saya, ambil keputusan ini dan besok pagi keputusan itu ternyata yang mengikat adalah perusahannya sendiri," ujarnya.

"Kita semua tahu itu adalah penyakit di zaman orde baru, karena dulu dibuatnya secara tertutup, tapi sekarang dengan kecanggihan karena kemampuan dari kekuasaan dia bisa mengkooptasi decision making proses, kelihatannya demokrasi, melalui cek and balance," kritiknya.

Sri Mulyani juga menyinggung soal besarnya ongkos untuk menjadi  seorang eksekutif apalagi untuk duduk sebagai seorang presiden. Dia mengaku sudah biasa mengurusi angka yang besar hingga ratusan triliun atau ribuan triliun rupiah. Tapi dia mengaku kaget jika itu dibebankan pada personal.

"Secara return investment saja tidak masuk, sehingga  muncul anomali yang tidak dijelaskan dengan akal sehat, tapi akal miring," terang Sri Mulyani. Sementara kepada sejumlah anggota DPR yang selama ini melakukan pembahasan, di menilai ada suatu kepura-puran. "Dan mereka itu mengatakan suatu panggung politik," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement