JAKARTA – Pemerintah membantah laporan indikasi korupsi dan inefisiensi pelaksanaan ibadah haji tahun lalu yang dinyatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Alasannya, terdapat beberapa pertimbangan yang belum diterapkan KPK dalam menilai pelaksanaan haji itu.
‘’Ya bukan itu (korupsi) yang terjadi...KPK belum melakukan pertimbangan menyeluruh,’’ kata Sekjen Kementerian Agama Bahrul Hayat kepada Republika di sela skorsing Rapat Panja Biaya Penyelanggaraan Ibadah Haji di Gedung DPR, Senin, (10/5).
Menurut Bahrul, Kementerian Agama dan KPK sebetulnya telah bekerjasama untuk memperbaiki sistem penyelenggaraan ibadah haji dari Januari 2009 hingga Maret 2010. Kerja sama meliputi perbaikan pada empat faktor penting penyelenggaran haji, yakni sumber daya manusia, kelembagaan, regulasi, dan tata laksana haji. ‘’Nah yang 48 titik menurut KPK itu adalah titik yang mungkin dilakukan perbaikan agar pelaksaan haji lebih baik,’’ katanya.
Bahrul juga menyebutkan, penilaian inefisiensi atas penyelenggaraan ibadah haji tahun lalu oleh KPK karena belum memperhatikan semua pertimbangan secara menyeluruh seperti faktor keselamatan. Padahal, faktor keselamatan bisa menghilangkan potensi efisiensi penyelenggaran ibadah haji.
Sebagai contoh, menurut Bahrul, adalah terkait daya angkut bagasi jamaah haji di Aceh. Pada tahun lalu, masing-masing jamaah provinsi tersebut hanya boleh membawa bagasi sebesar 15 kilogram meski ketentuan resmi lebih dari itu.
Alasannya, terbatasnya panjang landasan pacu menyebabkan daya ungkit pesawat saat lepas landas menjadi tidak optimal. ‘’Karena itu, tidak bisa penuh. Ini kan seolah-olah kalau tidak penuh maka tidak ada penghematan. Padahal, kita mempertimbangkan faktor keselamatan,’’ katanya.