YOGYAKARTA--Mumpung ganti menteri keuangan, apakah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berani sekalian mengganti posisi anggota kabinet yang lain alias reshuffle? Pengamat politik UGM, Ary Dwipyana, menilai pergantian menkeu bisa dijadikan momentum bagi Presiden untuk melakukan reshuffle kabinet.
''Pengunduran diri Sri Mulyani bisa menjadi momentum bagi presiden untuk melakukan reshuffle kabinet, hanya masalahnya apakah pergantian menteri itu dalam skala luas atau hanya untuk mengisi jabatan menteri keuangan saja,'' katanya di Yogyakarta.
Menurut dia, dalam masalah ini tentunya Presiden akan mengambil langkah yang paling kecil risikonya terutama untuk mempertahankan dan konsolidasi partai-partai yang tergabung dalam koalisi. ''Kemungkinan besar Presiden akan mengambil langkah reshuffle terbatas dengan hanya mengisi jabatan menteri keuangan yang kosong, sedangkan untuk reshuffle yang lebih luas cukup mengandung risiko terhadap soliditas koalisi sehingga kecil kemungkinan presiden akan mengocok ulang komposisi kabinet,'' jelasnya.
Ary mengatakan, jika nanti presiden hanya akan melakukan/reshuffle terbatas maka kemungkinan besar akan diambil pilihan dari orang yang tidak berbasis partai politik. ''Kemungkinan besar Presiden akan mengambil orang dari luar partai politik untuk menduduki jabatan menteri keuangan karena jika dari partai politik juga akan berisiko terhadap koalisi, meskipun saat ini konsolidasi koalisi sudah terbangun kembali dengan terpilihnya Aburizal Bakrie sebagai Ketua Sekretariat Bersama,'' katanya.
Ary mengatakan, tawaran jabatan di Bank Dunia untuk Sri Mulyani juga merupakan momentum yang terbuka bagi berbagai pihak untuk menyelamatkan 'muka'. ''Bagaimanapun juga Sri Mulyani terkena tekanan politik yang sedemikian ini secara pribadi tentunya juga menyulitkan dia, sehingga tawaran ini dapat menjadi penyelamat bagi Sri Mulyani,'' ujarnya.