Rabu 01 Feb 2023 23:01 WIB

KASN: Aparatur Sipil Negara Harus Netral

ASN tak netral terancam dijatuhkan sanksi.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Teguh Firmansyah
Ilustrasi Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Ilustrasi Pegawai Negeri Sipil (PNS)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Agus Pramusinto memperingatkan sanksi bagi para pelaku politik praktis di lingkup aparatur sipil negara (ASN) dalam Pilpres nanti. Hal itu, dia katakan merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperbolehkan menteri maju sebagai calon presiden (Capres) tanpa perlu mundur dari jabatannya.

“ASN harus netral dan bekerja secara profesional. Mereka tidak boleh ditarik-tarik dalam politik praktis,” kata Agus saat dikonfirmasi, Rabu (1/2/2023).

Baca Juga

Dia mengingatkan, ada larangan bahwa ASN tidak boleh ikut mendukung secara politik keputusan menteri untuk terlibat dalam pemilihan presiden 2024 nanti. Menurutnya, sanksi akan tergantung pada tingkat pelanggaran. “Ada yang ringan, sedang dan berat,” tutur dia.

Dia mencontohkan, sanksi disiplin berat bisa mencakup penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama setahun. Termasuk pembebasan dari jabatan utama menjadi jabatan pelaksana selama setahun, atau sanksi paling berat adalah pemberhentian tidak hormat atas permintaan sendiri sebagai PNS.

 

Diketahui, pada akhir tahun lalu, MK sempat mengubah bunyi Pasal 170 ayat 1 UU Pemilu. Dikatakan, MK menyatakan menteri tidak perlu mundur jika ingin maju sebagai capres.

Ihwal demikian, menteri hanya cukup cuti atau izin dari persetujuan presiden. Pasal itu, diubah dari sebelumnya menegaskan bahwa menteri harus mengundurkan diri saat hendak ikut di ajang Pilpres.

Sementara itu, Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja menyatakan pihaknya juga akan mengawasi ASN kementerian yang melanggar netralitas karena diarahkan oleh menteri-nya yang nyapres. Selain itu, pihaknya akan fokus mengawasi penggunaan fasilitas negara oleh menteri yang nyapres. 

"Penggunaan fasilitas negara itu harus dilihat. Ketika dia melakukan kampanye politik dan ketika dia sebagai menteri, itu harus dipisahkan," ujar Rahmat.

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement