Selasa 09 Mar 2021 08:41 WIB

Polresta Surakarta Siapkan Tim Polisi Virtual

Virtual police akan melakukan pengawasan terhadap masyarakat pengguna media sosial.

Kepala Polresta Surakarta Kombes Ade Safri Simanjuntak
Foto: Republika/Binti Sholikah
Kepala Polresta Surakarta Kombes Ade Safri Simanjuntak

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Kepolisian Resor Kota Surakarta, Jawa Tengah, telah menyiapkan tim khusus, yakni polisi virtual atau virtual police untuk melakukan pengawasan terhadap masyarakat pengguna media sosial. Ini agar terhindar pelanggaran Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) di wilayah hukumnya.

Kepala Polresta Surakarta Kombes Ade Safri Simanjuntak, di Solo, Senin (8/3), mengatakan, polisi virtual (virtual police) juga bertugas memberikan edukasi kepada masyarakat agar tidak tidak melakukan pelanggaran UU ITE. "Kami bakal bekerja sama dengan para ahli bahasa, hukum, dan ITE untuk konfirmasi semua postingan pengguna medsos," kata kapolri.

Baca Juga

Kapolres menjelaskan cara kerja virtual police jika menemukan ada pengguna media sosial yang membuat postingan dan berpotensi melanggar UU ITE. Virtual police akan memberi peringatan melalui direct message (DM) agar menghapus unggahannya.

"Jika sudah di DM dan pemilik akun medsos itu, masih tetap tidak merespon dengan menghapus postingan, Tim Virtual Police akan memberikan pemberitahuan lagi, hingga unggahan itu, dihapus. Langkah-langkah persuasif tetap akan kami kedepankan untuk ini," kata Kapolres.

Tim Virtual Police Polresta Surakarta tersebut yang merupakan tindak lanjut dari implementasi Program Prioritas Kapolri dan Instruksi Kapolri. Ini tertuang dalam Surat Edaran bernomor SE/2/11/2021 untuk memastikan penegakan hukum yang berkeadilan dengan cara mengedepankan edukasi dan langkah persuasif di dalam menangani perkara berkaitan dengan UU ITE.

Dengan demikian, kata Kapolresta, ke depan diharapkan tidak ada lagi pihak yang merasa dikriminalisasi oleh kepolisian, dan yang terpenting akan terwujud ruang digital Indonesia yang tetap bersih, sehat, dan beretika serta produktif. Penerapan restorative justice dalam menangani perkara yang berkaitan dengan UU ITE ini, kata Kapolres, memegang teguh prinsip bahwa hukum pidana merupakan upaya terakhir dalam penegakan hukum atau ultimatum remidium dan mengedepankan restorative justice dalam penyelesaian perkara.

Kapolres menjelaskan terhadap para pihak dan atau korban yang akan mengambil langkah damai akan menjadi bagian prioritas penyidik untuk dilaksanakan restorative justice. Kecuali, perkara yang bersifat berpotensi memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), SARA, radikalisme, dan separatisme.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement