REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Packaging Recovery Organization (IPRO) bersama Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menggelar Diseminasi Hasil Kajian Akademis Penguatan Skema Extended Producer Responsibility (EPR). Kegiatan itu didukung oleh Kedutaan Besar (Kedubes) Norwegia di Jakarta.
EPR adalah prinsip produsen bertanggung jawab hingga tahap akhir siklus hidup kemasan, termasuk pengumpulan dan daur ulang setelah dikonsumsi. Kegiatan itu menjadi momentum penting untuk menjembatani kebijakan, kebutuhan industri dan realitas lapangan dalam penguatan EPR nasional.
Diseminasi itu merupakan tindak lanjut dari arahan Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq untuk memperkuat implementasi Peraturan Menteri LHK Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen. Hal itu terkait pemerintah mencanangkan target pengurangan sampah sebesar 30 persen pada 2029.
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 KLH Hanifah Dwi Nirwana mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk memandang EPR bukan sebagai beban tambahan. Menurut dia, EPR adalah instrumen transisi menuju ekonomi sirkular, peningkatan daya saing industri, serta perlindungan lingkungan jangka panjang.
"Agar semua pihak memperoleh pemahaman bersama atas rekomendasi penguatan EPR nasional, mengidentifikasi implikasi kebijakan bagi produsen, PRO, pemerintah daerah dan pelaku rantai nilai kemasan, serta memperkuat koordinasi dan kolaborasi lintas sektor dalam implementasi EPR ke depan," ucap Hanifah dalam siaran pers di Jakarta, Kamis (18/12/2025).