Jumat 24 Oct 2025 20:18 WIB

Venezuela Siaga Penuh Hadapi Pengerahan Armada Laut AS di Laut Karibia

Pengerahan armada luat dipandang oleh Venezuela sebagai ancaman langsung.

Presiden Nicolas Maduro memberikan konferensi pers di Caracas, Venezuela, Senin, 1 September 2025.
Foto: AP Photo/Ariana Cubillos
Presiden Nicolas Maduro memberikan konferensi pers di Caracas, Venezuela, Senin, 1 September 2025.

REPUBLIKA.CO.ID, CARACAS -- Militer Venezuela disiagakan secara penuh di sepanjang garis pantai untuk bersiap menghadapi pengerahan armada laut Amerika Serikat di Laut Karibia. Hal itu diumumkan Menteri Pertahanan Vladimir Padrino Lopez pada Kamis (23/10/2025) waktu setempat, sebagaimana disiarkan oleh saluran televisi pemerintah, Venezolana de Television.

Dia menjelaskan upaya militer besar-besaran itu mencakup "operasi pengintaian di jalur darat, pengawasan udara, eksplorasi dan operasi radio, survei drone, serta manuver amfibi" di wilayah pesisir.

Baca Juga

Pengumuman tersebut disampaikan sehari setelah Presiden Nicolas Maduro memperingatkan bahwa Venezuela memiliki "lebih dari 5.000" rudal anti-pesawat Igla-S buatan Rusia.

Maduro menyebut Igla-S sebagai "salah satu senjata paling hebat yang pernah ada." Dia menegaskan bahwa persiapan besar itu dimaksudkan untuk menjamin "perdamaian, stabilitas, dan ketenangan" rakyat Venezuela.

"Setiap kekuatan militer di dunia tahu kehebatan Igla-S, dan Venezuela memiliki tidak kurang dari 5.000 unit," katanya.

Dia menambahkan, Venezuela menggunakan peralatan simulasi canggih untuk memastikan "ketepatan sasaran ribuan operator Igla-S" yang ditempatkan di seluruh wilayah nasional, yang menurutnya harus menjadi "tanah air yang tak bisa ditembus."

Pernyataan itu muncul di tengah pengerahan militer AS di Karibia, yang dipandang oleh Venezuela sebagai ancaman langsung yang bertujuan untuk mendorong "perubahan rezim."

Namun, AS menyebut tindakan itu sebagai operasi pemberantasan narkotika yang menargetkan dugaan perdagangan narkoba dari Amerika Selatan — klaim yang dengan tegas ditolak pemerintah Venezuela.

Sementara itu, Presiden Kolombia Gustavo Petro turut menanggapi ketegangan tersebut. Pada Kamis (23/10/2025), dia menyatakan bahwa setiap kemungkinan tindakan militer AS di wilayah Kolombia dengan dalih memerangi perdagangan narkoba "merupakan invasi dan pelanggaran terhadap kedaulatan nasional."

Petro menyatakan hal itu saat menjawab pertanyaan wartawan tentang laporan bahwa Presiden AS Donald Trump telah mengizinkan operasi darat di kawasan tersebut. Petro juga mengecam serangan AS baru-baru ini terhadap kapal yang diduga mengangkut narkoba, yang dilaporkan menewaskan sekitar 30 orang.

Insiden terbaru yang terjadi pada Rabu menjadi kali pertama serangan semacam itu dilakukan di Samudra Pasifik. Kementerian Luar Negeri Kolombia mengecam manuver tersebut dalam sebuah pernyataan yang secara resmi mendesak pemerintah AS "menghentikan serangan-serangan ini dan menghormati aturan hukum internasional."

 

sumber : Antara, Anadolu
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement