Ahad 07 Sep 2025 14:41 WIB

Nadiem Tersangka, Jimly Asshiddiqie: Jangan Pakai Ilmu Kira-Kira

Pejabat harus mendengarkan masukan dari berbagai pihak.

Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim degan mengenakan baju tahanan berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Jampidsus, Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (4/9/2025). Kejaksaan Agung menahan dan menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan chromebook di Kemendikbudristek.
Foto: Republika/Prayogi
Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim degan mengenakan baju tahanan berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Jampidsus, Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (4/9/2025). Kejaksaan Agung menahan dan menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan chromebook di Kemendikbudristek.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie, mengatakan, langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menetapkan tersangka Nadiem Makarim, harus menjadi pelajaran para pejabat agar tidak sombong.

“Jadi kalau lagi berkuasa itu jangan sombong. Ini kan pergiliran kekuasan. Kalau anda tidak mau dengar, memperbaiki diri, nanti setelah kamu turun, kamu kena. Sama seperti Nadiem kayak gini,” ungkap Jimly, yang juga pernah menjadi pimpinan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) ini.

Dalam pandangannya, Nadiem tidak kompeten menjadi menteri Pendidikan tapi tidak mau mendengar masukan dari berbagai pihak. “Ternyata 5 tahun kebijakan pendidikan kita makin rusak. Yang bekerja itu ternyata bukan internal, tetapi ternyata tim dari luar. Dia bawa pasukan dari luar, sehingga kacau mekanisme kerja internal dan melanggar aturan-aturan baku di birokrasi pemerintahan,” papar Jimly.

Mantan anggota DPD RI ini mengingatkan para pejabat politik yang mendapat amanah harus belajar mengelola dan memimpin birokrasi yang amanah. Kasus Nadiem Makarim ini, kata Jimly, harus menjadi pelajaran bahwa ketika menduduki jabatan harus bekerja sebaik-baiknya untuk melayani kepentingan umum.

Jimly menolak penetapan tersangka Nadiem ini dikait-kaitkan dengan persoalan politik masa lalu. “Itu ilmu kiralogi (ilmu kira-kira) gak usah didengerin. Langkah Kejagung ini lurus saja. Jangan semua digoreng (dituduh) politis,” ungkap Jimly.

Menurutnya, jangan menganggap penyidik kejaksaan atau kepolisian itu bodoh-bodoh. Mereka pasti menetapkan tersangka sudah memiliki alat bukti. “Jangan sebagai pengamat dari luar sok tahu. Hanya pakai ilmu kira-kira,” kata Jimly.

Jika Nadiem merasa ada hal yang salah dalam penetapan tersangkanya, kata Jimly, tinggal dibuktikan saja. “Ini informasi kan sudah sangat terbuka. Buktikan saja nanti di pengadilan, yang terbuka dan transparan. Gak usah dianalisa ke politik, ini genk Solo dan sebagainya,” ujar Jimly.

Dijelaskannya, masyarakat seringkali baru tahu sesuatu setelah masyarakat ribut-ribut. Salah satu contohnya kenaikan PBB hampir 250 persen di Pati, Jawa Tengah. “Ributnya ini karena kesombongan dari Bupati Pati . Angkuh. Seteleh diungkap ternyata di seluruh Indonesia sama, bahkan ada yang naiknya sereibu persen, 300 persen,” kata Jimly.

Dengan demikian, lanjut dia, evaluasinya harus menyeluruh karena ternyata terjadi di banyak wilayah di Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement