REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA, – Google Cloud menyatakan bahwa adopsi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) semakin cepat diterapkan oleh industri, baik di sektor konsumen maupun korporasi besar, berkat tren pengembalian investasi yang menggiurkan. Chief Operating Officer Google Cloud, Francis DeSouza, mengungkapkan bahwa organisasi besar kini bergerak lebih cepat dalam mengadopsi AI, setara dengan perusahaan digital yang lebih kecil.
DeSouza menyatakan pada media roundtable di Singapura bahwa peningkatan pengembalian investasi yang signifikan terjadi saat organisasi mengadopsi AI. Ia mengklaim pelanggan Google Cloud AI menikmati pengembalian investasi rata-rata sebesar 727 persen dalam tiga tahun. Selain itu, bisnis yang menggunakan AI dari Google Cloud mengalami peningkatan produktivitas dengan nilai output rata-rata 205 ribu dolar AS per 1.000 karyawan.
Berdasarkan pengalaman panjangnya di industri IT, termasuk saat bekerja di Microsoft dan mendirikan SynthLab, DeSouza menyebut AI sebagai teknologi yang paling cepat beralih dari tahap uji coba ke produksi. Hal ini, menurutnya, menunjukkan potensi besar AI untuk menyentuh setiap bagian dari perusahaan.
Di Google, AI juga dimanfaatkan oleh para pengembang untuk menulis kode, menghasilkan lebih dari 30 persen kode produksi dengan bantuan AI. Studi Google Cloud menunjukkan bahwa pengadopsian AI memberi dampak signifikan dalam ROI dan produktivitas bagi pelanggan dalam periode tiga tahun.
Google Cloud, sebagai hyperscaler cloud, juga mengembangkan chip sendiri. DeSouza mengungkapkan bahwa pada tahun 2025, Google Cloud berencana merilis generasi terbaru Tensor Processing Unit (TPU) yang 10 kali lebih cepat.
Sementara itu, Managing Director Southeast Asia Google Cloud, Mark Micallef, menambahkan bahwa berbagai entitas di Asia Tenggara, termasuk pemerintah, perusahaan, dan perusahaan rintisan, telah beralih ke Google Cloud AI untuk meningkatkan produktivitas dan mempercepat inovasi. Saat ini, AI dipandang sebagai teknologi penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi kawasan, yang diproyeksikan dapat mencapai nilai 270 miliar dolar AS.
Konten ini diolah dengan bantuan AI.