REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Mantan Duta Besar Inggris untuk Suriah, Peter Ford, menyatakan kekhawatirannya bahwa Israel mungkin akan melakukan “operasi bendera palsu” (false flag) guna memprovokasi Amerika Serikat (AS) agar terlibat langsung dalam konflik antara Iran dan Israel. Istilah false flag merujuk pada tindakan atau serangan yang dirancang untuk menyembunyikan identitas pelaku sebenarnya dan membuat seolah-olah tindakan tersebut dilakukan oleh pihak lain.
“Saya khawatir dalam waktu dekat kita akan melihat insiden bendera palsu buatan Israel yang dirancang untuk memaksa keterlibatan Amerika Serikat,” kata Ford kepada RIA Novosti, Selasa (17/6/2025).
Pada Ahad (15/6/2025), dua pejabat Israel mengatakan kepada portal berita Axios bahwa Israel telah menghabiskan dua hari untuk membujuk AS agar bergabung dalam konflik melawan Iran. Salah satu pejabat itu menyebutkan bahwa Washington kemungkinan akan turun tangan jika situasinya mendesak.
Bahkan, menurutnya, Donald Trump telah mengatakan hal tersebut langsung kepada pemimpin otoritas Israel Benjamin Netanyahu dalam percakapan terakhir mereka. Ford menambahkan bahwa langkah paling masuk akal bagi komunitas internasional adalah tidak ikut campur secara langsung, serta membiarkan Israel menerima konsekuensi atas kesalahannya karena menyerang Iran.
“Itu mungkin memang kecenderungan Trump. Namun, rekam jejaknya tidak membuat kita optimis bahwa ia mampu menahan tekanan dari Israel dan lobi pro-Israel di Amerika Serikat dalam waktu lama,” tambah Ford.
Ketika ditanya mengenai dampak konflik terhadap proses perdamaian di Timur Tengah, Ford mengatakan bahwa saat ini tidak ada proses perdamaian yang berarti di kawasan tersebut, dan sudah lebih dari dua dekade tidak ada kemajuan nyata.
“Dampak terbaik dari konflik ini adalah jika Netanyahu mengalami kehinaan. Jika ia terguling, bisa terbuka peluang baru bagi proses perdamaian secara menyeluruh,” ujar Ford.
Militer Israel (IDF) meluncurkan operasi besar-besaran bertajuk Rising Lion pada Jumat (13/6/2025) dini hari. Dalam operasi tersebut, militer Israel mengeklaim menyerang target-target militer dan fasilitas program nuklir Iran.
Angkatan Udara Israel melakukan beberapa gelombang serangan udara di berbagai wilayah Iran, termasuk ibu kota Teheran. Serangan tersebut menewaskan sejumlah pejabat tinggi militer Iran, termasuk Kepala Staf Angkatan Bersenjata dan Komandan Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), serta beberapa ilmuwan nuklir Iran.
Sejumlah situs nuklir utama seperti Natanz dan Fordow juga menjadi sasaran serangan. Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, mengecam keras serangan itu dan menyebutnya sebagai kejahatan besar. Ia juga memperingatkan bahwa Israel akan menghadapi “nasib pahit dan mengerikan.”
Sebagai balasan, Iran meluncurkan Operasi True Promise 3 pada Jumat malam, yang menargetkan sejumlah instalasi militer di wilayah Israel. Gellombang serangan rudal balistik dan hipersonik kemudian berlanjut hingga kini.
