Selasa 03 Jun 2025 05:51 WIB

Pakar PBB Akhirnya Desak Penerjunan Pasukan Perdamaian ke Gaza

Indonesia sebelumnya telah menyatakan siap kirimkan pasukan ke Gaza.

Rep: Fitriyan Zamzami/ Red: Fitriyan Zamzami
Prajurit TNI anggota pasukan perdamaian PBB yang tergabung di Kontingen Garuda XXIII-L/UNIFIL berbaris di Semarang. Indonesia telah menyatakan siap mengirimkan pasukan perdamaian ke Gaza.
Foto: ANTARA FOTO
Prajurit TNI anggota pasukan perdamaian PBB yang tergabung di Kontingen Garuda XXIII-L/UNIFIL berbaris di Semarang. Indonesia telah menyatakan siap mengirimkan pasukan perdamaian ke Gaza.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK – Pakar PBB dari berbagai bidang untuk pertama kalinya mendesak penerjunan pasukan perdamaian guna mengawal bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza. Mereka menyarankan pengerahan pasukan berdasarkan ketentuan “Uniting for Peace” alias “Bersatu untuk Perdamaian” yang tak bisa diveto anggota tetap Dewan Keamanan PBB.

Para ahli mendesak Majelis Umum PBB untuk mengizinkan pengerahan pasukan penjaga perdamaian untuk mendampingi truk bantuan kemanusiaan berdasarkan ketentuan tersebut. “Negara-negara anggota mempunyai kewajiban hukum dan keharusan moral untuk menghentikan kelaparan dan genosida di Gaza,” bunyi pernyataan yang dilansir Kantor Komisi HAM PBB pada Senin.

Baca Juga

Di antara pakar dan pelapor khusus yang melayangkan desakan itu adalah Michael Fakhri, Francesca Albanese, Tlaleng Mofokeng, Balakrishnan Rajagopal, Farida Shaheed, Pedro Arrojo-Agudo, Paula Gaviria, Mary Lawlor, dan George Katrougalos.

Para pakar tersebut mendesak Majelis Umum untuk menerapkan penerjunan pasukan perdamaian berdasarkan resolusi PBB tahun 1950. Resolusi itu disahkan pada masa Perang Korea oleh Majelis Umum PBB – dirancang untuk menghindari veto Soviet yang akan menghalangi upaya Dewan Keamanan untuk membela Korea Selatan dari agresi Korea Utara.

Resolusi ini memberi wewenang kepada Majelis Umum untuk membuat rekomendasi mengenai tindakan kolektif, termasuk penggunaan kekuatan bersenjata, jika Dewan Keamanan PBB gagal menjalankan tanggung jawab utamanya untuk menjaga perdamaian karena adanya hak veto. Artinya, resolusi ini bisa mencegah langkah penerjunan pasukan diveto Amerika Serikat sebagai pendukung utama Israel, di DK PBB.

Sejumlah negara sejauh ini telah mengungkapkan kesiapan menerjunkan pasukan perdamaian ke Gaza, termasuk Indonesia. Panglima TNI Jenderal Agus Sudibyo pada 2024 lalu menyatakan untuk mengantisipasi kebutuhan pasukan penjaga perdamaian PBB di Gaza, TNI telah menyiapkan 1.394 personel yang bertugas seperti pengamanan, pembangunan kembali fasilitas umum, dan pemberian pelayanan medis.

Pengerahan ini dengan syarat Indonesia mendapat mandat PBB untuk melakukan hal tersebut. Australia, Singapura, dan Malaysia telah menyatakan keinginan bergabung dengan pasukan perdamaian ke Gaza tersebut.

Dalam pernyataan semalam, para pakar PBB juga menyerukan perjalanan yang aman bagi kapal Koalisi Armada Kebebasan (Freedom Flotilla) yang membawa bantuan medis penting, makanan, dan perlengkapan bayi ke Gaza. Kala itu berangkat dari Italia pada 1 Juni 2025.

"Bantuan sangat dibutuhkan bagi masyarakat Gaza untuk mencegah pemusnahan, dan inisiatif ini merupakan upaya simbolis dan kuat untuk mewujudkannya. Israel harus ingat bahwa dunia sedang mengawasi dengan cermat dan menahan diri dari tindakan permusuhan terhadap Koalisi Freedom Flotilla dan penumpangnya," kata para ahli.

“Masyarakat Gaza mempunyai hak untuk menerima bantuan melalui perairan teritorial mereka sendiri bahkan di bawah pendudukan, dan kapal Koalisi mempunyai hak untuk bebas melintas di perairan internasional untuk menjangkau masyarakat Gaza,” kata mereka. “Israel tidak boleh mengganggu kebebasan navigasinya, yang telah lama diakui dalam hukum internasional.”

photo
Israel melawan PBB - (Republika)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement