REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sistem pembayaran QRIS dikhawatirkan Amerika, karena menjadi hambatan bisnis keuangan negara adidaya tersebut. Terutama menghambat perusahaan perbankan AS, karena tidak melibatkan Visa dan Mastercard dalam sistem pembayaran digital itu.
QRIS, atau Quick Response Code Indonesian Standard adalah sistem pembayaran digital yang dikembangkan di Indonesia. Sistem pembayaran ini telah berhasil digunakan di Indonesia dan di beberapa negara lain sebagai solusi pembayaran digital yang mudah dan efisien, termasuk dalam transaksi lintas negara.
Meski dikhawatirkan Amerika, sistem pembayaran ini justru tumbuh menggila di Indonesia. Jumlah pengguna QRIS di Indonesia terus meningkat. Pada triwulan pertama 2025, jumlah pengguna QRIS mencapai 56,3 juta, dengan volume transaksi mencapai 2,6 miliar. Merchant yang menggunakan QRIS juga terus bertambah, mencapai 38,1 juta pada triwulan pertama 2025.
NTT
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Nusa Tenggara Timur mencatat jumlah pengguna Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) di NTT mencapai 310 ribu orang pada triwulan I 2025 dan tumbuh 30,8 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang berjumlah 305,6 ribu pengguna.
Ekonom Bank Indonesia NTT, Teguh Ersada Natail Sitepu kepada wartawan di Kupang, Kamis, mengatakan peningkatan tersebut merupakan hasil dari percepatan digitalisasi sistem pembayaran yang terus didorong oleh Bank Indonesia bersama mitra strategis.
“Pertumbuhan QRIS ini tidak hanya mencerminkan perubahan perilaku masyarakat dalam bertransaksi, tetapi juga keberhasilan edukasi digital di berbagai lapisan, termasuk pelaku UMKM,” katanya.
Selain peningkatan jumlah pengguna, jumlah merchant yang menerima pembayaran melalui QRIS juga mengalami lonjakan. Pihaknya mencatat pada triwulan I 2025 tercatat sebanyak 271 ribu merchant, naik 40,9 persen dari tahun 2024 yang berjumlah 257,7 ribu merchant.