REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Wartsila Energy berkolaborasi dengan Institut Teknologi Bandung (ITB), hari ini menyelenggarakan Workshop Stabilitas Sistem Kelistrikan Indonesia. Acara ini mempertemukan para profesional energi, akademisi, dan mahasiswa teknik elektro dan informatika untuk membahas solusi menjaga stabilitas jaringan listrik di tengah peningkatan pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia.
Dengan semakin meluasnya penggunaan tenaga surya dan angin, sistem kelistrikan Indonesia menghadapi tantangan baru, yaitu menurunnya inersia sistem yang dapat mempengaruhi keandalan jaringan. Workshop ini menghadirkan pendekatan praktis untuk mengatasi tantangan tersebut, terutama dengan pemanfaatan pembangkit listrik berbasis mesin pembakaran dalam (internal combustion engine/ICE) sebagai solusi fleksibel dan andal.
“Workshop perdana ini dirancang untuk memperdalam pemahaman mengenai bagaimana teknologi seperti ICE dapat menyeimbangkan sistem kelistrikan di tengah pertumbuhan energi terbarukan,” ujar Febron Siregar, Sales Director Business Development Wartsila Indonesia. “Kami ingin memberikan wawasan nyata kepada mahasiswa dan profesional untuk mendukung perjalanan transisi energi Indonesia.”
Bertempat di Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB, acara setengah hari ini menampilkan sesi-sesi mendalam mengenai tantangan stabilitas jaringan, teknologi ICE, dan pentingnya fleksibilitas dalam sistem energi modern. Para peserta juga mempelajari potensi hybrid power system dan pemanfaatan hidrogen di masa depan.
Dr Ir Nanang Hariyanto MT Ketua Laboratorium Sistem Tenaga dan Dinamika Jaringan, Sekolah Teknik EIektro dan Informatika (STEI), ITB, menegaskan pentingnya kolaborasi antara akademisi dan industri, ”ITB memainkan peran penting dalam sektor kelistrikan Indonesia melalui penelitian, pendidikan, pemodelan sistem kelistrikan, dan pengembangan energi terbarukan untuk dekarbonisasi. Kami sangat senang dapat berkolaborasi dengan Wärtsilä, pemimpin global dalam teknologi inovatif dan solusi lifecycle untuk pasar kelautan dan energi, yang menekankan inovasi dalam teknologi dan layanan berkelanjutan. Lokakarya ini menghubungkan teori dengan aplikasi di dunia nyata, mempersiapkan generasi insinyur di masa depan untuk memastikan stabilitas dan keandalan sistem kelistrikan Indonesia. Selama transisi ini, daya penyeimbang yang lebih fleksibel dan terukur akan dibutuhkan untuk menjaga keamanan pasokan energi.”
Transisi energi Indonesia menuju net-zero membutuhkan teknologi yang tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga fleksibel.
“Banyak pembangkit ICE yang saat ini beroperasi sebagai baseload, sebenarnya dapat dimanfaatkan sebagai penyeimbang energi terbarukan seperti surya dan angin,” tambah Febron. “Ini adalah langkah penting menuju sistem listrik yang lebih tangguh dan efisien.”
Workshop ditutup dengan ajakan kepada peserta mahasiswa dan profesional muda untuk terlibat aktif. Generasi mudah diminta tidak hanya menjadi pengamat, tetapi menjadi pemimpin dalam transformasi energi Indonesia. "Tantangannya nyata, tapi peluang untuk menciptakan masa depan energi yang lebih cerdas dan bersih juga sangat besar,” kata Febron.