REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Aula Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI) dipenuhi lautan toga dan senyum haru pada Senin (14/4/2025). Di tengah momen penuh kebanggaan itu, sambutan dari Herman Pratikto, Pembina Yayasan BSI, sukses membuat banyak wisudawan menahan air mata.

Dalam Wisuda ke-61 UBSI, Herman mengajak para wisudawan untuk sejenak menoleh ke belakang — mengingat perjalanan panjang yang dimulai jauh sebelum bangku kuliah.

“Sejak TK, SD, SMP, hingga SMA, siapa yang selalu menemani kalian? Siapa yang menyiapkan sarapan, mengantar les, dan mendoakan saat kalian hampir menyerah? Itulah bapak dan ibu kalian, yang hari ini duduk di belakang sana,” ucap Herman, disambut tepuk tangan yang bergemuruh, lebih hangat dan emosional dari biasanya.

Dengan rendah hati, ia juga mengucapkan terima kasih kepada para orang tua atas kepercayaan mereka memilih UBSI sebagai tempat anak-anak mereka menimba ilmu. "Kami mohon maaf bila selama masa studi ada kekurangan. Tapi percayalah, kami selalu berusaha memberikan yang terbaik," lanjutnya.

Sebuah pesan sederhana, namun mengena. Herman mengingatkan bahwa UBSI, sebagai Kampus Digital Kreatif, bukan hanya tentang pelajaran di kelas, tapi tentang membangun hubungan yang saling membentuk manusia.

Bagi para wisudawan, sambutan itu menjadi pengingat manis: kesuksesan hari ini bukan hanya hasil dari begadang atau menyelesaikan tugas presentasi, melainkan juga buah dari peluh dan doa orang tua yang diam-diam mengiringi langkah mereka.

“Berikan tepuk tangan untuk bapak-ibu kalian di belakang,” pinta Herman.

Momen itu mungkin hanya berlangsung beberapa menit. Namun, pesan dari Herman akan terus bergema, bahwa toga dan ijazah hanyalah simbol. Tapi cinta, perjuangan, dan rasa terima kasih merupakan nilai sejati dari sebuah wisuda.

Ikuti Whatsapp Channel Republika