Rabu 26 Feb 2025 15:54 WIB

Ekosistem Ekonomi Muhammadiyah Wujudkan Saling Kebermanfaatan 

BUMM mensyaratkan 50 persen plus satu PT dimiliki institusi Muhammadiyah.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Fernan Rahadi
Bendahara Majelis Ekonomi, Bisnis, dan Pariwisata (MEBP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ahmad Syauqi Soeratno.
Foto: dokpri
Bendahara Majelis Ekonomi, Bisnis, dan Pariwisata (MEBP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ahmad Syauqi Soeratno.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ekonomi merupakan salah satu pilar kekuatan dalam dakwah Muhammadiyah. Ekosistem ekonomi yang dikembangkan Muhammadiyah tentu tidak sama dengan ekosistem ekonomi lainnya, seperti korporasi.  

Bendahara Majelis Ekonomi, Bisnis, Pariwisata (MEBP) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Ahmad Syauqi Soeratno mengatakan, ekosistem merupakan lingkungan yang memberi ruang bagi subsistem di dalamnya untuk saling berbagi manfaat. Ekosistem ekonomi Muhammadiyah ini dijalankan untuk mewujudkan saling kebermanfaatan. 

Muhammadiyah secara ekonomi bisa dilihat dari dua aspek atau dari aktor ekonominya. Pertama dari institusi Muhammadiyahnya, artinya persyarikatan. Muhammadiyah sebagai lembaga baik di pimpinan pusat, pimpinan wilayah, pimpinan cabang, hingga ranting, serta organisasi otonom memiliki majelis lembaga dan di sana berdiri Amal Usaha Muhammadiyah (AUM). 

“Di internal itu ada ekosistem internal, masing-masing punya tugas pokok, fungsi, tanggung jawab yang itu harus disinkronisasi dalam konteks peran-peran ekonominya,” kata Syauqi kepada Republika, Selasa (25/2/2025) malam. 

Selain itu, kata Syauqi, ekosistem ekonomi Muhammadiyah juga ada ekosistem eksternal yang disebut dengan warga Muhammadiyah. Warga Muhammadiyah ini juga bagian dari keluarga besar Muhammadiyah, namun memang secara legal asetnya berbeda dengan aset di internal Muhammadiyah. 

“Begitu juga pengambilan keputusannya, risiko-risikonya itu kan berbeda (antara internal dan eksternal Muhammadiyah)," ucap Syauqi. 

Warga Muhammadiyah yang dikenal sebagai pengusaha Muhammadiyah atau saudagar Muhammadiyah ini memiliki aset atas nama mereka sendiri. Sementara, kalau secara institusi Muhammadiyah itu asetnya milik persyarikatan Muhammadiyah. 

Nah, dua kelompok aktor ini sama-sama memiliki nilai yang kuat untuk memastikan agar misi Muhammadiyah sejak berdirinya itu tetap bisa berjalan dan bermanfaat bagi orang banyak,” jelasnya.

Syauqi mencontohkan, ketika ada pengusaha atau saudagar Muhammadiyah yang dia bisa berproduksi, punya produk yang bisa dipakai di kalangan Muhammadiyah, dan bisa jadi supplier di amal usaha Muhammadiyah seperti rumah sakit, perguruan tinggi, sekolah, panti asuhan dan sebagainya, maka muhammadiyah sangat terbuka untuk menjadi ruang market tersebut. 

"Bahkan kalau ini bisa dibangun secara koordinatif, saling mendukung, saling membantu, saling berbagi, ini akan membangun satu closed loop, internal market yang kuat. Kalau ini kuat, maka ini akan jadi suatu kekuatan ekonomi tersendiri. Bahkan, ini bisa saling share dengan lembaga usaha yang miliknya institusi Muhammadiyah. Misalnya ada sebuah amal usaha Muhammadiyah yang didukung bisnisnya para saudagar," kata Syauqi. 

Dalam ekosistem ekonomi Muhammadiyah, juga ada Badan Usaha Milik Muhammadiyah (BUMM) yang bentuknya perseroan terbatas (PT). Di BUMM ini, Muhammadiyah mensyaratkan 50 persen plus satu perseroan terbatas ini sahamnya dimiliki institusi Muhammadiyah. 

"Institusi Muhammadiyah ini akan menjadi pemegang saham mayoritas. Lalu bagaimana dengan yang minoritas? Di situlah diharapkan para pengusaha dan saudagar Muhammadiyah ini masuk menjadi pemegang sahamnya. Ke depan harapannya BUMM dalam bentuk perseroan terbatas ini bisa diisi oleh institusi Muhammadiyah dan saudagar Muhammadiyah, ini akan memperkuat nanti ke depannya," ucap Syauqi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement