REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Pelarian yang dramatis dikutip oleh media Israel sebagai alasan mengapa Yuval Vagdani, seorang tentara Israel, berhasil lolos dari pengadilan di Brasil.
Vagdani dituduh oleh sebuah kelompok hukum advokasi Palestina, Hind Rajab Foundation, melakukan kejahatan yang terdokumentasi dengan baik di Gaza. Dia bukan satu-satunya tentara Israel yang dikejar untuk kejahatan serupa.
Dikutip dari Midleeasmonitor, Selasa (15/1/2025), menurut Korporasi Penyiaran Israel (KAN), lebih dari 50 tentara Israel dikejar di berbagai negara, mulai dari Afrika Selatan, Sri Lanka, hingga Swedia.
Dalam sebuah kasus, Yayasan Hind Rajab mengajukan pengaduan ke pengadilan Swedia terhadap Boaz Ben David, seorang penembak jitu Israel dari Batalyon 932 Brigade Nahal Israel. Dia juga dituduh melakukan kejahatan perang di Gaza.
Brigade Nahal telah menjadi jantung dari berbagai kejahatan perang di Gaza. Didirikan pada 1982, brigade ini terkenal dengan kekerasannya yang tak kenal ampun terhadap warga Palestina yang diduduki. Peran mereka dalam kekejaman genosida terbaru di Jalur Gaza telah jauh melampaui warisan kelam mereka sendiri.
Bahkan jika 50 orang ini ditangkap dan dijatuhi hukuman, harga yang harus dibayar oleh tentara Israel tidak sebanding dengan kejahatan yang dilakukan.
Angka-angka, meskipun membantu, jarang sekali cukup untuk menyampaikan rasa sakit secara kolektif. Laporan terbaru dari jurnal medis Lancet masih layak untuk direnungkan.
Dengan menggunakan metode pengumpulan data baru yang disebut 'analisis tangkap-rebut kembali', laporan tersebut menunjukkan bahwa, pada sembilan bulan pertama perang, antara Oktober 2023 dan Juni 2024, 64.260 warga Palestina telah terbunuh.
Namun, menangkap dan mengadili para penjahat perang Israel bukan hanya tentang nasib individu-individu ini. Ini adalah tentang akuntabilitas, sebuah istilah yang tidak ada dalam sejarah pelanggaran hak asasi manusia Israel, kejahatan perang, dan genosida yang berulang terhadap warga Palestina.
Pemerintah Israel memahami bahwa masalah ini sekarang melampaui individu. Ini adalah tentang hilangnya status historis Israel sebagai negara yang berdiri di atas hukum.
BACA JUGA: Media Sebut Tentara Israel Semakin Terpuruk, Konflik Internal Elite Bermunculan
Namun, langkah ini sepertinya tidak akan membuat banyak perbedaan karena dua alasan. Pertama, banyak bukti yang ditujukan kepada para prajurit, yang identitasnya telah diketahui publik, telah dikumpulkan atau tersedia untuk penyelidikan di masa depan.
Kedua, banyak dokumentasi kejahatan perang yang tanpa disadari telah dibuat oleh tentara Israel sendiri.
Merasa tidak yakin akan kurangnya akuntabilitas, tentara Israel telah mengambil banyak sekali rekaman yang menunjukkan pelecehan dan penyiksaan terhadap warga Palestina di Gaza. Dakwaan sendiri ini kemungkinan akan menjadi bukti utama dalam persidangan di masa depan.