Sabtu 14 Dec 2024 21:45 WIB

Mengapa Tentara Suriah Enggan Bertempur Mati-matian Bela Assad?

Tentara Suriah banyak yang membelot dari perintah Assad

Warga Suriah merayakan kedatangan pejuang oposisi di Damaskus, Suriah, Ahad (8/12/2024). Kekuasaan Partai Baath di Suriah tumbang pada Ahad (8/12/2024). Hal itu ditandai ibu kota Damaskus lepas dari kendali rezim Presiden Bashar al-Assad. Runtuhnya kekuatan pasukan Assad di ibu kota mengakhiri 61 tahun pemerintahan Partai Baath yang penuh kekerasan dan 53 tahun kekuasaan keluarga Assad. 
Foto: AP Photo/Omar Sanadiki
Warga Suriah merayakan kedatangan pejuang oposisi di Damaskus, Suriah, Ahad (8/12/2024). Kekuasaan Partai Baath di Suriah tumbang pada Ahad (8/12/2024). Hal itu ditandai ibu kota Damaskus lepas dari kendali rezim Presiden Bashar al-Assad. Runtuhnya kekuatan pasukan Assad di ibu kota mengakhiri 61 tahun pemerintahan Partai Baath yang penuh kekerasan dan 53 tahun kekuasaan keluarga Assad. 

REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS-Seorang tentara wajib militer Suriah, Farhan al-Khouli, 23 tahun, merasa tidak bersemangat dan menerima gaji bulanan yang kecil di pos militernya di sebuah daerah tandus di dekat kota Idlib, Suriah utara, yang pada saat itu merupakan satu-satunya kota yang dikuasai oleh faksi-faksi oposisi.

Pos militernya seharusnya memiliki sembilan tentara, tetapi hanya ada tiga, setelah beberapa komandan menyuap untuk melarikan diri dari tugas, sementara salah satu tentara yang tersisa dianggap tidak layak secara mental untuk memanggul senjata, demikian menurut Reuters.

Baca Juga

Pada 27 November, al-Khouli menerima panggilan telepon dari komandannya di belakang garis pertempuran, yang memberitahukan bahwa masa tenang telah berakhir dan para pejuang sedang menuju ke arahnya dari Idlib, dan memerintahkan unitnya untuk mempertahankan posisinya dan bertempur.

Al-Khouli mengatur teleponnya ke mode pesawat, mengenakan pakaian sipil, meninggalkan senjatanya dan melarikan diri menuju rumahnya.

Dalam perjalanan kembali ke selatan, Dia menemukan kelompok tentara lain yang melarikan diri dari posisi mereka meskipun ada perintah untuk bertempur.

Reuters berbicara dengan puluhan sumber, termasuk dua pembelot tentara Suriah, tiga perwira senior Suriah, dua pemimpin kelompok Irak yang bekerja dengan tentara Suriah, seorang sumber keamanan Suriah, dan seorang sumber yang akrab dengan Hizbullah Lebanon, sekutu militer utama Presiden terguling Bashar al-Assad.

Sumber-sumber tersebut, bersama dengan dokumen-dokumen intelijen yang ditemukan oleh

Reuters di sebuah kantor militer yang ditinggalkan di ibukota, memberikan gambaran rinci tentang bagaimana tentara Assad yang dulunya ditakuti telah terkikis oleh rendahnya moral pasukan, ketergantungan yang tinggi pada sekutu asing, terutama dalam hal struktur komando, dan kemarahan yang meningkat di dalam barisan karena korupsi yang merajalela.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Ketergantungan pada sekutu

Sejak 2011, kepemimpinan pasukan rezim Suriah bergantung pada pasukan sekutu Iran, Lebanon, dan Irak untuk menyediakan unit-unit tempur terbaik di Suriah, menurut semua sumber senior.

Namun, banyak penasihat militer Iran yang pergi dalam beberapa bulan terakhir setelah serangan udara Israel di Damaskus, dan sisanya pergi pekan lalu, kata para komandan kelompok Irak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement