REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengingatkan pentingnya investasi mitigasi terhadap kesiapsiagaan berbasis masyarakat dalam menghadapi potensi bencana gempa bumi megathrust di Jakarta. Hal itu dikatakan Penanggung Jawab Tim Diseminasi Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Septa Anggraini dalam dialog Kesiapsiagaan Provinsi DKI Jakarta Terhadap Ancaman Gempa Bumi Megathrust di Gedung BPBD DKI Jakarta, Selasa (10/9/2024).
"Ini perlu kita sikapi bagaimana kita menyiapkan mitigasinya, investasi mitigasi yang harus disiapkan, bukan menunggu korban," katanya.
Investasi ini untuk mitigasi agar mengurangi korban dan risiko. "Itu pembelajaran yang diambil gempa megathrust," kata Septa.
Septa menyebutkan, BMKG bersama pemerintah, akademisi, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) juga terus menggencarkan kesiapsiagaan berbasis masyarakat melalui program "tsunami ready community".
Upaya tersebut untuk membentuk masyarakat yang siap terhadap ancaman bencana, khususnya bencana gempa megathrust. "Kita juga memulai tidak dari nol, kita juga menyiapkan kapasitas sesuai kebutuhan untuk kesiapsiagaan ini untuk membentuk masyarakat siap ketika menghadapi ancaman bencana," katanya.
Memang tidak ada jaminan bebas ancaman. "Tapi setidaknya dengan kita punya kapasitas kita siap ada modal untuk hadapi bencana," ujar Septa.
Selain itu, Septa memaparkan, potensi ancaman bagi Jakarta berdasarkan skenario model gempa megathrust bersumber di zona subduksi Selat Sunda dengan potensi kekuatan Magnitudo (Mw) 8,7 memiliki dampak guncangan kuat di Banten, Lampung, Jakarta, dan Jawa Barat mencapai skala intensitas kuat hingga sangat kuat dan menimbulkan kerusakan ringan hingga sedang.
"Hasil pemodelan tsunami akibat gempa Mw8,7 di zona megathrust Selat Sunda menunjukkan bahwa tsunami dengan tinggi di atas tiga meter dapat terjadi dan dapat menjangkau pantai Jakarta sekitar dua jam setelah gempa," kata Septa.
Septa menjelaskan, wilayah Jakarta secara fisiografi didominasi oleh kondisi dataran rendah dengan struktur tanah lunak. Jarak antara Kota Jakarta dan zona subduksi lempeng di selatan Jawa Barat sekitar 300 kilometer.
"Di Jakarta, semakin ke utara tanahnya semakin lunak dan makin tebal. Jika terjadi gempa di zona megathrust Mw8,7 maka sebagian besar wilayah Jakarta memiliki kerentanan sangat tinggi terhadap gempa," kata Septa.
Di sisi lain, Septa menegaskan tidak ada yang bisa memprediksi kapan terjadi pastinya gempa. Bahkan, negara maju seperti Jepang pun tidak bisa memprediksi kapan gempa terjadi. "Sehingga, dengan sejarah gempa yang telah tercatat maka bisa menjadi pembelajaran bagi Indonesia untuk menata mitigasi ketika terjadi bencana," katanya.
Adapun informasi potensi gempa megathrust, menurut Septa, bukan prediksi atau peringatan dini. Karena itu dia mengimbau agar masyarakat tidak mamaknai informasi secara keliru dan tetap beraktivitas seperti biasa.
BMKG juga akan terus memonitor dengan intensif aktivitas seismik di Selat Sunda dan Mentawai-Siberut. Informasi potensi gempa dan tsunami juga merupakan upaya persiapan untuk mencegah risiko kerugian sosial ekonomi dan korban jiwa, apabila terjadi gempa kuat dan membangkitkan tsunami dengan skenario terburuk.