Ahad 08 Sep 2024 15:07 WIB

Pasukan AS Cabut dari Irak, Dampak Perang di Gaza?

Pasukan AS di Irak terus diserang kelompok proksi Iran sejak 7 Oktober.

Tentara AS berpatroli di pusat kota Bagdad, Irak, 24 Juni 2003.
Foto:

REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD – Para perunding AS dan Irak telah menyepakati rencana penarikan tentara Amerika dari Irak mulai September ini. Keputusan ini diambil setelah pasukan AS berulang kali diserang oleh kelompok proksi Iran menyusul serangan brutal Israel di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 lalu.

Menurut Reuters, perjanjian tersebut masih membutuhkan “lampu hijau” dari para pemimpin di Baghdad dan Washington, namun hal ini dipandang sebagai kesepakatan yang sudah selesai. Seorang pejabat AS mengatakan kepada kantor berita tersebut bahwa “yang tersisa hanyalah pertanyaan kapan akan mengumumkannya”.

Baca Juga

Kesepakatan itu akan memicu ratusan tentara AS ditarik keluar dari Irak pada bulan September 2025 dan sisa pasukan AS terakhir di negara tersebut akan dipulangkan pada akhir 2026.

Kritik terhadap “perang abadi” AS kemungkinan besar akan menyambut baik kesepakatan tersebut, namun hal ini dapat menimbulkan kekhawatiran di kalangan pembuat kebijakan AS dan sekutu di kawasan yang fokus pada pengaruh Iran. Pembicaraan formal mengenai status sekitar 2.500 tentara AS di Irak dimulai pada bulan Januari namun tertunda di tengah ketegangan akibat perang Israel di Gaza.

Milisi yang didukung Iran telah melancarkan setidaknya 70 serangan terhadap pasukan AS di Irak sejak 7 Oktober. Pada awal Januari, AS melancarkan serangan pesawat tak berawak di Baghdad yang menewaskan Mushtaq Taleb al-Saidi, seorang komandan senior di Unit Mobilisasi Populer, organisasi payung milisi Syiah yang didanai negara Irak dan yang berpihak pada Iran.

Serangan AS di Irak telah dikutuk oleh Perdana Menteri Irak Mohammed Shia al-Sudani, yang telah meningkatkan seruannya untuk penarikan pasukan AS dalam beberapa bulan terakhir.

Mengusir pasukan AS dari Irak adalah tujuan jangka panjang Iran, yang memberikan pengaruh besar terhadap negara tetangganya melalui hubungan energi, agama, dan kelompok milisi Syiah yang memiliki puluhan ribu pejuang.

Dilansir Middle East Eye, populasi Irak terbagi antara mayoritas Syiah dan minoritas Muslim Sunni dan Kurdi. Yang terakhir ini telah membentuk wilayah semi-otonom di Irak utara. 

Rencana yang disepakati Irak dan AS menyatakan bahwa semua pasukan koalisi pimpinan AS akan meninggalkan pangkalan udara Ain al-Asad di provinsi Anbar barat dan secara signifikan mengurangi kehadiran mereka di Baghdad pada September 2025.

Tentara AS dan koalisi akan tinggal di Erbil, di wilayah semi-otonom Kurdi, selama satu tahun lagi. Penarikan pasukan AS dari kawasan ini dapat membuat kehadiran militer AS di timur laut Suriah tidak dapat dipertahankan.

“Erbil sangat penting untuk mendukung Suriah,” Andrew Tabler, mantan direktur Timur Tengah di Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, sebelumnya mengatakan kepada MEE. “AS perlu memiliki kemampuan untuk memindahkan pasukan dan pasokan melalui jalur darat antara perbatasan Irak dan Suriah.”

Alasan kehadiran AS... baca halaman selanjutnya

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement