Jumat 05 Apr 2024 21:27 WIB

Kemendikbud: Ekskul Pramuka tidak Dihapus karena Ada Permendikbudristek

Ekskul Pramuka tidak wajib sesuai UU Gerakan Pramuka.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengukuhkan 113 orang Pengurus Kwartir Nasional (Kwarnas) Gerakan Praja Muda Karana (Pramuka) dan Pengurus Lembaga Pemeriksa Keuangan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Masa Bakti Tahun 2023-2028, di Istana Negara, Jakarta, Jumat (05/04/2024).
Foto: Republiika/Dessy Suciati Saputri
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengukuhkan 113 orang Pengurus Kwartir Nasional (Kwarnas) Gerakan Praja Muda Karana (Pramuka) dan Pengurus Lembaga Pemeriksa Keuangan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Masa Bakti Tahun 2023-2028, di Istana Negara, Jakarta, Jumat (05/04/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) memastikan tidak ada penghapusan Pramuka dalam Kurikulum Merdeka.

Ekstrakurikuler Pramuka masih termaktub di Peraturan Mendikbudristek (Permendikbudristek) Nomor 12 Tahun 2024 secara eksplisit.

"Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 tetap memasukkan Pramuka sebagai salah satu ekstrakurikuler. Hal tersebut tertulis secara eksplisit pada lampiran III, halaman 55," ungkap Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Anindito Aditomo lewat keterangan pers, Jumat (5/4/2024).

Dia menerangkan, Undang-undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka memandatkan sekolah memiliki gugus depan Pramuka dan menyatakan bahwa pendidikan kepramukaan adalah hak setiap murid. Oleh karena itu, sekolah wajib memiliki gugus depan dan menawarkannya sebagai salah satu ekstrakurikuler kepada murid.

Dalam konteks ini, kata dia, Kurikulum Merdeka mendorong murid untuk memilih ekstrakurikuler yang sesuai dengan potensi dan minatnya, yang salah satunya adalah Pramuka. Sehingga dari perspektif sekolah, sekolah tetap harus memiliki gugus depan Pramuka, dan menawarkannya sebagai salah satu opsi ekskul. Kemudian dari perspektif murid, ini menjadi salah satu pilihan.

“Salah satu alasan utama kami mengubah kebijakan kurikulum adalah untuk memperkuat pendidikan karakter dan ini sejalan sekali dengan pendidikan kepramukaan. Kurikulum Merdeka ingin mengembangkan potensi dan karakter anak secara utuh tidak hanya akademik saja,” lanjut Anindito.

Anindito menambahkan, pihaknya telah berdiskusi dengan Kwartir Nasional terkait gerakan Pramuka. Salah satunya adalah mengintegrasikan pola-pola pendidikan kepramukaan beserta dengan perangkat ajarnya ke dalam Kurikulum Merdeka sebagai kurikuler.

Sementara itu, Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) melihat tidak wajibnya ekstrakurikuler pramuka diikuti oleh siswa sudah sesuai dengan Undang-Undang (UU) Gerakan Pramuka. Di mana, dalam peraturan tersebut dikatakan, Pramuka adalah kegiatan yang bersifat sukarela. 

“Sebagai negara hukum, tentu kita harus merujuk dan berpedoman kepada aturan yang lebih tinggi, yaitu UU Gerakan Pramuka, yang mengatakan bahwa Pramuka adalah kegiatan yang sifatnya sukarela,” kata Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim kepada Republika.co.id, Selasa (2/4/2024).

Satrwian menambahkan, meskipun ekstrakurikuler Pramuka sekarang bersifat sukarela, pihaknya berharap sekolah dan madrasah wajib menawarkan dan menyediakan Pramuka. Itu diperlukan untuk menyalurkan minat dan bakat anak dalam bidang kepanduan.

Menurut dia, jika semua stakeholders pendidikan seperti guru, siswa, dan orang tua termasuk masyarakat pada umumnya menginginkan ekstrakurikuler Pramuka sebagai kegiatan wajib di sekolah atau madrasah, maka pemerintah harusnya terlebih dulu merevisi UU Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka.

"Harusnya dibunyikan dalam UU bahwa Pramuka adalah kegiatan ekskul wajib bagi setiap siswa sekolah dan madrasah. Kalau itu tak dilakukan, keberadaan ekskul Pramuka ya akan lemah selamanya, karena sifatnya yang sukarela alias tak wajib," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement