Sabtu 17 Feb 2024 17:52 WIB

Wakaf dan Makan Gratis

Makan gratis pada masa kejayaan Islam dikelola dalam sistem wakaf.

Ilustrasi makan gratis.
Foto: ANTARA FOTO/Arif Firmansyah
Ilustrasi makan gratis.

Oleh : Nurizal Ismail*

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Makan gratis tengah menjadi isu hangat yang merupakan program dari salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden 2024 di Indonesia.  Pemberian makan gratis sejatinya telah ada dalam peradaban Islam yang telah dicontohkan dalam sejarah wakaf di masa kekhalifaan Turki Utsmani.

Mungkin kita perlu melihat best practice nya dan bisa kita replikasi untuk kesejahteraan sosial Masyarakat Indonesia. Sebenarnya beberapa individua tau kelompok telah mengambil peran itu misalnya Yusuf Hamka yang mendirikan nasi kuning dengan harga Rp.3000 atau warung makan gratis SiJum Depok, dan masih banyak lagi yang melakukan aksi sosial memberikan makan gratis. 

Baca Juga

Dalam sejarah perkembangan wakaf di Turki Utsmani, Imaret adalah diantara program wakaf yang pertama lahir di awal perkembangan Turki Utsmani. Imaret merupakan istilah yang digunakan untuk dapur umum berbasis wakaf yang telah dibangun di masa kekhalifaan Turki Utsmani sejak abad ke-14 sampai abad ke-19. Imaret pertama kali didirikan di Iznik Mekece oleh Sultan Orhan (Ahmet Köç: hal. 12). Belakangan Imaret didirikan bukan hanya oleh para sultan, tetapi juga kalangan militer, dan inisiatif individu sebagai Upaya filantropis untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.

Semua imaret yang didirikan diminta untuk menyiapkan makanan untuk didistribusikan secara gratis kepada Masyarakat dari berbagai latar belakang seperti pengurus masjid, guru, murid, sufi, pelancong dan penduduk lokal yang membutuhkan. Imaret kebanyakan didirikan di perkotaan seperti Bursa, Edirne dan Istanbul yang mungkin karena berfungsi sebagai ibu kota kekhalifaan yang para sultan banyak menginvestasikan  banyak dana disana. Meskipun demikian beberapa kota kecil dan desa kadang juga memiliki imaret yang melayani penduduk miskin setempat dengan menu yang sebagian besar terdiri dari roti dan sup dengan bahan-bahan yang mungkin bervariasi tergantung hasil panen pertanian lokal, iklim dan kondisi ekonomi.

Pembagian makan gratis sekolah telah dilakukan di berbagai negara seperti di India, Brazil, Inflandia, Swedia, Amerika Serikat, dan United Kingdom. Di Swedia, berdasarkan hasil penelitian pemberikan makan gratis di sekolah ini tidak hanya meningkatkan pencapaian pendidikan mereka, tetapi juga lebih sehat ketika dewasa nanti (https://www.sustainweb.org/blogs/mar23-countries-have-universal-free-school-meals/). Kebanyakan program makan ini dibebankan pada anggaran negara yang biayanya sangat tidak sedikit.

Meskipun begitu, dalam konteks alokasi anggaran negara untuk program makan gratis itu tidak sedikit bahkan mencapai ratusan triliun, karena itu penting untuk menganalisisnya secara menyuluruh dan mempertimbangkan skala prioritas kebutuhan Masyarakat. Beberapa pengamat berpendapat bahwa program yang harus diberi penekanan lebih lanjut adalah yang berfokus pada peningkatan kualitas manusia dalam bidang seperti pendidikan, kesehatan, dan ketenaga kerjaan, dari pada melulu fokus pada program makan gratis. 

Wakaf dapat menjadi Solusi untuk program makan gratis dengan skrma yang dapat dilaksanakan tanpa memberikan beban besar pada anggaran negara. Salah satu skema yang dapat diterapkan adalah program wakaf uang dari Masyarakat melalui pengelolaan aset-aset produktif oleh nadzir kompeten. Hasil dari pengelolaan wakaf tersebut dapat dialokasikan untuk penyediaan makan gratis bagi orang miskin, fakir dan anak-anak sekolah untuk peningkatan gizi mereka. Skema ini berbentuk himbauan pemerintah yang diwakilkan oleh Badan Wakaf Indonesia kepada Nadzir wakaf untuk mengembangkan program makan gratis bagi mereka yang membutuhkan berbasis wakaf.

Skema kedua, Pemerintah memberikan dana abadi untuk dikelola oleh BWI untuk program makan gratis. Dana Abadi yang dianggarkan oleh pemerintah untuk dikelola oleh BWI dalam bentuk investasi yang menguntungkan dan hasilnya dipergunakan untuk program makan gratis kaum dhuafa dan untuk anak-anak sekolah sebagai bentuk peningkatan gizi mereka.

Dua skema ini dapat dipertimbangkan untuk mengimplementasikan program makan gratis tanpa menimbulkan beban berlebih pada anggaran negara karena pastinya ada belanja negara lainnya yang harus diprioritaskan. Dalam Islam, penyediaan makanan dan minuman dianggap sebagai kebutuhan dasar yang harus wajib dipenuhi untuk memelihara jiwa (hifz al-nafs) seseorang agar mencapai kesejahteraan hdup (maqasid syari’ah). Ini juga merupakan tanggung jawab pemerintah ketika ada warga negara yang mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar tersebut. Wakaf, sebagai salah satu pilar Pembangunan yang telah terbukti dalam sejarah Islam, juga telah digunakan untuk program makan gratis seperti yang telah dilakukan pada masa pemerintahan Kekhalifaan Turki Utsmani. Wallahu’alam bil sawab!

 

*Peneliti Mumtaz Foundation

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement