Selasa 13 Feb 2024 20:45 WIB

Masukan Nelayan Dihimpun Terkait Harga Patokan Terendah BBL

Nelayan harus didukung dengan kebijakan yang memudahkan mereka bangkit.

Rep: M Nursyamsi/ Red: Erdy Nasrul
Para pekerja dan nelayan beraktivitas di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Karangsong, Indramayu, Jawa Barat, Sabtu (23/12/2023).
Foto: Republika/Prayogi
Para pekerja dan nelayan beraktivitas di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Karangsong, Indramayu, Jawa Barat, Sabtu (23/12/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus menghimpun masukan dalam menentukan harga patokan terendah benih bening lobster (BBL) di nelayan.

Hal tersebut dilakukan untuk memastikan nelayan penangkap mendapatkan harga terbaik untuk menjual hasil tangkapan BBLnya sehingga kesejahteraan nelayan kecil dapat terwujud. 

Baca Juga

Hal ini dilakukan melalui kegiatan konsultasi publik yang berlangsung di Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Senin (12/02/2024). Kepala Biro Hukum KKP Effin Martiana menjelaskan, ini merupakan konsultasi publik ketiga dimana sebelumnya telah dilakukan di Sukabumi dan Cilacap. Menurutnya, konsultasi publik di NTB ini sedikit berbeda karena menghadirkan peserta dari nelayan penangkap maupun pembudidaya.

“Konsultasi publik di NTB ini dapat dikatakan paket lengkap dan tidak kita dapatkan saat di Sukabumi dan Cilacap, karena disini peserta yang hadir, ada dari nelayan penangkap dan juga pembudidaya BBL, sehingga kita mendapatkan masukan dari dua sudut pandang, dan ini sangat penting untuk mendapatkan informasi terkait kondisi mereka di lapangan,” ujar Effin dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (13/2/2024).

Menurut Effin, konsultasi publik merupakan tahapan penting dan strategis sebelum dilakukan penetapan atas rancangan peraturan perundang-undangan. Sebagaimana tercantum pada Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP) Pasal 96, disebutkan bahwa penyelenggaraan konsultasi publik untuk memberikan hak kepada masyarakat untuk didengarkan pendapatnya, dipertimbangkan pendapatnya, dan untuk mendapat penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan. 

“Maka dari itu, konsultasi publik ini membutuhkan partisipasi aktif dari para peserta untuk memberikan pendapatnya agar aturan yang dihasilkan pemerintah dalam hal ini KKP dapat menjawab kebutuhan masyarakat yang benar-benar diperlukan di lapangan dan tentunya dapat diimplementasikan,” ucap Effin.

Pada kesempatan tersebut, Effin menjelaskan bahwa harga patokan terendah BBL yang diusulkan KKP adalah Rp 8.500. Angka tersebut muncul setelah melihat beberapa indikator utama penetapan harga patokan terendah BBL yang meliputi, permintaan, persaingan, biaya, dan laba dengan dasar pertimbangan yaitu biaya variabel produksi, biaya tetap produksi, dan margin keuntungan yang diterima nelayan. Namun, KKP masih menunggu masukan dan informasi lainnya dari nelayan untuk dijadikan pertimbangan hingga akhirnya harga patokan terendah BBL dapat ditetapkan. 

Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTB, Muslim menjelaskan Provinsi NTB merupakan salah satu wilayah dengan potensi Benih Bening Lobster. Berdasarkan data 2020 estimasi potensi BBL di NTB dengan total 11.024.830 ekor dengan kisaran harga BBL pasir sebesar Rp 10 ribu sampai dengan Rp 18 ribu per ekor dan harga BBL Mutiara sebesar Rp 35 ribu sampai dengan Rp 42 ribu serta jumlah nelayan penangkap BBL sebanyak 10.390 orang.

Muslim sangat mengapresiasi kegiatan konsultasi publik yang dilaksanakan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kegiatan ini memberi ruang bagi kita untuk berdialog. Muslim berharap kegiatan ini dapat menjadi kesempatan para nelayan baik penangkap maupun pembudidaya benih bening lobster untuk menyampaikan pendapat serta informasi terkait kondisi yang dialami di lapangan.

"Sehingga dapat menjadi pertimbangan bagi pemerintah pusat yang bertindak sebagai pengambil keputusan dan pembuat kebijakan," kata Muslim.

Pada kesempatan yang sama, peserta yang meliputi Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Barat, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia Provinsi Nusa Tenggara

Barat, Kelompok Pembudidaya Ikan, Kelompok Usaha Bersama (KUB), serta perwakilan pelaku usaha aktif menyampaikan pendapat mereka saat konsultasi publik berlangsung.

Salah satunya, Sudarmono, seorang nelayan di Lombok menegaskan bahwa selain menetapkan harga patokan terendah benih bening lobster untuk nelayan penangkap, pemerintah juga perlu memikirkan harga patokan bagi para pembudidaya.

“Pemerintah juga harus memikirkan harga patokan untuk pembudidaya, karena kadang kala saat panen, harganya (lobster) ini rendah, jadi ini perlu dipikirkan juga,” unar Sudarmono. 

Melalui konsultasi publik di Provinsi NTB , sejumlah nelayan menyampaikan usulan terkait harga patokan terendah sebesar Rp 9.400 sampai dengan Rp 12.500. Mereka berpesan pemerintah memerlukan kajian mendalam terhadap harga patokan terendah BBL sehingga tidak merugikan nelayan.

Sebagai informasi, penetapan harga patokan terendah benih bening lobster (BBL) di nelayan ini akan melengkapi rancangan pengaturan mengenai penangkapan, pembudidayaan, dan pengelolaan lobster, kepiting, dan rajungan (LKR), yang akan menggantikan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pengelolaan LKR di WNRI sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 16 Tahun 2022 dan saat ini masih dalam proses menunggu pembahasan harmonisasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement