Selasa 13 Feb 2024 17:13 WIB

7 Daerah Ini Berisiko Terdampak Bencana Akibat Cuaca Esktrem Saat Pemilu

Ketujuh daerah tersebut masuk skala prioritas darurat bencana BNPB.

Petugas mengemas surat suara di Gudang Logistik KPU Jakarta Selatan, Jakarta, Rabu (31/1/2024). DKI termasuk salah satu daerah skala prioritas darurat bencana BNPB.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Petugas mengemas surat suara di Gudang Logistik KPU Jakarta Selatan, Jakarta, Rabu (31/1/2024). DKI termasuk salah satu daerah skala prioritas darurat bencana BNPB.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan ada tujuh daerah yang masuk skala prioritas penanganan darurat bencana hidrometeorologi yang diperkirakan terjadi pada 13-20 Februari 2024. Periode itu bertepatan dengan masa pemungutan suara dan rekapitulasi hasil perhitungan suara Pemilu 2024.

"Yang jadi paling prioritas meliputi Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatra Utara, Sulawesi Selatan, Banten, dan DKI Jakarta," kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari di Jakarta, Selasa (13/2/2024).

Baca Juga

Menurut Abdul, ketujuh daerah tersebut masuk skala prioritas darurat bencana BNPB karena menjadi daerah penyelenggara Pemilu yang paling berisiko terdampak bencana akibat kondisi cuaca ekstrem terkini, bahkan langganan mengalami bencana sejak tiga tahun terakhir. Adapun ketujuh daerah itu memiliki jumlah pemilih tetap untuk Pemilu 2024 terbesar dan jumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS) terbanyak banyak, yakni mulai dari 26.357 - 140.457 TPS per daerah.

Sementara hasil analisa cuaca dari BMKG diketahui hingga 20 Februari curah hujan tinggi rata-rata berkisar 150 mm - 300 mm, bahkan berpotensi lebih dari itu. Hal tersebutlah yang menjadi alasan perhatian serius dari BNPB.

"Jadi intinya, dari situ diketahui risiko terbesar yang mesti diantisipasi, yaitu semua demi ancaman keselamatan masyarakat dan kelancaran proses tahapan pemilu itu sendiri yang panjang mulai dari pemungutan, perhitungan, hingga distribusi berpotensi terhambat bila terjadi bencana," kata Abdul.

Abdul menyebutkan kondisi tersebut timbul berdasarkan fakta atas dinamika atmosfer yang saat ini terpantau cukup signifikan. Pemicunya berasal dari adanya penguatan angin Monsun Asia dan aktifnya gelombang ekuator Rossby – Kelvin pada bagian utara Pulau Jawa, Sulawesi Selatan, dan Sumatera tengah-utara.

Bahkan, pantauan tim Pusdalops BNPB menemukan bencana banjir di Jawa yang terjadi pada pekan lalu, bahkan setidaknya hingga 12 Februari kemarin, secara umum masih belum surut.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement