REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Negerti (Kejari) Tegal, sudah berusaha keras untuk menyelesaikan kasus anak yang ingin memenjarakan ayahnya di Tegal, Jawa Tengah. Namun upaya ini gagal karena pihak sang anak, yang masih belum mau melakukan perdamaian.
Kepala Kejari Kota Tegal, Nur Elina Sari, mengatakan, pihaknya sudah berupaya menjalankan amanat Jaksa Agung (Jakgung), dalam menyelesaikan masalah seperti ini melalui mekanisme restoratif justice (JR). Tetapi upaya tersebut ditolak oleh korban dengan menandatangani surat pernyataan dan berita acara penolakan perdamaian.
Hal ini disampaikan Nur Eling terkait dengan masih terus berjalannya kasus pidana yang melibatkan , ayah yang berinisial ZA (70 tahun) dan anak yang berinisial KT (40 tahun). "Korban (KT) menolak karena korban mengalami trauma psikis,” kata Nur Eling.
Upaya perdamaian ini Kejari Tegal, saat menerima penyerahan barang bukti dan tersangka ZA, pada Selasa (16/1/2024). Kejari berupaya mempertemukan anak dan ayah tersebut. Pihak anak menolak bertemu dengan ayahnya.
Karena upaya ini tidak berhasil, Kejari Tegal mau tidak mau harus menjalankan prosedur hukum dengan melimpahkan berkas perkara ke Pengadilan Negeri Kota Tegal. Akibatnya proses hukum pidana kasus ini tetap berjalan.
Upaya mendamaikan perkara ayah dan anak ini, tidak hanya dilakukan pihak Kejari Kota Tegal saja. Penasihat hukum korban maupun pelapor pun sudah berusaha melakukannya.
Penasihat hukum pelapor, Fery Junaedi mengaku sudah mengupayakan perdamaian. Tapi sang anak belum bisa memaafkan ayahnya. Penyebabnya, KDRT yang dilakukan sang ayah dilakukan secara berulang-ulang.
Fery juga mengaku pernah berupaya mendamaikan saat kasus ini masih tahap penyidikan di Polres Tegal. Ini dilakukan dengan mengupayakan pelibatan tiga kakak kandung KT. Sayangnya, mereka tidak ada yang datang saat pemanggilan.
"Pada dasarnya tidak ada niatan anak untuk melaporkan bapaknya atau memenjarakan ayahnya sendiri.Namun karena keseringan bahkan kejadian berkali-kali, maka anak itu melaporkan," kata Ferry.
Kasus yang menjadi perhatian publik ini, menurut David Surya, berawal dari kotoran kucing. Terdakwa ZA menegur anaknya terkait dengan masalah kotoran kucing yang tidak dibersihkan. Sampai akhirnya kasus ini harus berujung di pengadilan.