Senin 15 Jan 2024 00:11 WIB

Dana Kampanye PSI Rp 180 Ribu, PDIP: Baliho Ada di Mana-Mana, Jadi Misteri

PDIP menyindir dana kampanye PSI yang Rp 180 ribu padahal baliho ada di mana-mana.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Bilal Ramadhan
Alat peraga kampanye PSI terpasang di Jalan Sudirman, Jakarta. PDIP menyindir dana kampanye PSI yang Rp 180 ribu padahal baliho ada di mana-mana.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Alat peraga kampanye PSI terpasang di Jalan Sudirman, Jakarta. PDIP menyindir dana kampanye PSI yang Rp 180 ribu padahal baliho ada di mana-mana.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto menilai tak wajar dengan laporan awal dana kampanye (LADK) milik Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Padahal, partai tersebut memasang baliho di banyak tempat, tetapi LADK-nya hanya sebesar Rp 180 ribu.

"Itu rakyat yang melihat, baliho di mana-mana dan laporan seperti itu, artinya ada misteri di situ," singkat Hasto di Istora Senayan, Jakarta, Ahad (14/1/2024).

Baca Juga

"Jadi sudah membangunkan daya kritis dari rakyat bahwa ada partai yang didukung oleh kekuasaan, sehingga baliho melebihi dari jumlah anggotanya," sambungnya.

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja menilai, laporan pengeluaran dana kampanye PSI Rp 180 ribu tidak logis. Sebab, partai tersebut aktif kampanye sejak masa kampanye dimulai akhir November 2023 lalu, yang tentu membutuhkan biaya lebih besar dari sekedar Rp 180 ribu.

Bagja mengatakan, KPU RI sebagai pihak yang menerima laporan dana kampanye partai politik peserta Pemilu 2024 harus mengecek Laporan Awal Dana Kampanye (LADK) partai yang dipimpin Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Jokowi itu. Jika memang ada kesalahan dalam laporan, KPU harus meminta PSI melakukan perbaikan.

Ia menduga, laporan dana pengeluaran kampanye PSI Rp 180 ribu saja karena partai berlogo bunga mawar itu sekadar menyerahkan laporan agar tak melewati tenggat waktu yang ditentukan KPU. Setelah itu, barulah mereka melakukan perbaikan dengan memasukkan angka pengeluaran sebenarnya.

"Kadang-kadang orang untuk mematuhi formal itu dimasukkan dulu, perbaikannya belakangan. Itu juga jadi persoalan," kata Bagja.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement