Senin 25 Dec 2023 16:16 WIB

Restorasi Kedaulatan Perbankan Syariah Indonesia

Penguatan dibutuhkan karena semenjak lahirnya bank syariah pertama di Indonesia.

 Perbankan syariah (ilustrasi)
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Perbankan syariah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Yaser Taufik Syamlan, Dosen Manajemen Bisnis Syariah & Wakil Rektor 1 Bidang Akademik Institut Agama Islam Tazkia

Terbitnya Undang-Undang Nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) mendorong restorasi industri perbankan Syariah di Indonesia. Semangat pembaruan yang mendorong perbankan syariah menghadirkan perbedaan menjadi alasan yang kemudian hari diharapkan dapat mendorong penguatan industri tersebut.

 

Penguatan tersebut dibutuhkan karena semenjak lahirnya bank syariah pertama di Indonesia 32 tahun lalu, industri perbankan syariah seakan mengalami quarter life crisis. Meskipun telah beroperasi selama lebih dari tiga dekade, Bank Syariah masih kesulitan untuk menunjukkan Value Proposition atau Unique Selling Point yang menjadi ciri khas mereka dari perbankan pada umumnya.

Hal ini penting agar masyarakat lebih memahami dan tertarik untuk menggunakan layanan bank syariah. Tujuannya untuk mendorong keberlanjutan industri keuangan syariah dimasa depan.

Alhamdulilah, pada di awal 2023 telah terbit UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UUP2SK) yang diharapkan dapat menjadi tonggak penting dalam mengembalikan kedaulatan bank syariah. UU ini memberikan hak eksklusif yang memperkuat 'Unique Selling Point' bank syariah dibandingkan dengan bank konvensional setidaknya dalam 4 alasan berikut.

Yang pertama, pada Pasal 1 terdapat 2 definisi tambahan yang sangat menarik dan bisa jadi game changer yakni Investasi dan Nasabah Investor. Investasi di sini didefinisikan sebuah instrumen keuangan dengan akad Mudharabah di mana seluruh risikonya ditanggung oleh Nasabah Investor.

Produk ini di luar negeri disebut Investment Account. Di Indonesia, produk ini dinamakan Sharia Restrcited Intermediaries Account yang sudah digunakan oleh beberapa bank syariah walaupun belum secara massif.

Penambahan definisi ke depan bisa berpengaruh kepada bisnis model bank syariah karena produk yang ditawarkan ke nasabah ini memperoleh beberapa insentif tambahan dari regulator. Sebagai contoh, perhitungan kecukupan modal untuk aktiva tertimbang menurut risiko pada aset yang dibiayai oleh nasabah investor hanya  dinilai sebesar 1 persen.

Selain itu, UUP2SK juga menambahkan kegiatan baru bank syariah yakni menghimpun investasi dalam bentuk akad Mudharabah pada pasal 19 A. Produk ini tidak ada di Perbankan Konvesional dan sangat cocok digunakan oleh Bank Syariah untuk meningkatkan pangsa pasar mereka. Produk investasi dalam bentuk investment account ini sesuai dengan penelitian dari Syamlan, 2018; Syamlan & Rahman (2023) dapat menghadirkan stabilitas di sisi likuiditas bank karena dapat menghilangkan permasalahan maturity mismatch.

Yang kedua, pada pasal 2, UUP2SK memperbolehkan Bank Syariah yang ingin melakukan transaksi jual beli barang ataupun manfaat untuk tidak melakukan balik nama atas barang/jasa tersebut untuk keperluan produk yang berkaitan dengan pembiayaan. Hal ini sangat melegakan dan membantu bank syariah dalam menjalankan seluruh prinsip syariah yang diminta oleh DSN MUI.

Konkritnya, bank syariah tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk proses balik nama barang. Sehingga dapat menawarkan harga jual yang kompetitif ketika melakukan transaksi pembiayaan Murabaha (berbasis jual beli).

Yang ketiga, pada pasal 4 halaman 164, Bank Syariah juga sudah diperbolehkan sebagai Nazir atas Wakaf. Ini menjadi kemajuan yang luar biasa karena sebelumnya, Bank Syariah hanya menjadi Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU). Dengan kemudahan ini, produk deposito wakaf yang diusulkan oleh Syamlan et al., (2020) bisa dilaksanakan secara maksimal untuk kepentingan dan kemaslahatan ummat dikemudian hari. Pemberian kewenangan ini juga diharapkan bisa mendorong integrasi keuangan komersial dan sosial seperti yang diusulkan oleh Tamanni et al., (2022) dan Ascarya & Sakti (2022).

Faktor keempat yang bisa merestorasi Perbankan Syariah kedepan termaktub di pasal 20 poin c di halaman 171 UUP2SK, disebutkan juga bahwa Bank Syariah diperbolehkan untuk melakukan penyertaan modal pada perusahaan Non-keuangan sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Ini sangat memberikan peluang kepada Bank Syariah supaya tidak bergantung kepada bisnis model pembiayaan yang saat ini mendominasi pendapatan Bank.

Bank syariah dapat memiliki dealer ataupun developer. Sehingga ”true sale” yang diharapkan dalam transaksi murabahah agar lebih sesuai syariah bisa diwujudkan.

UUP2SK ini menjadi bukti pemerintah peduli dan menaruh harapan besar kepada Bank Syariah untuk mengembangkan potensi keuangan syariah dan menjadikan Indonesia sebagai halal hub Dunia. Sekarang, kembali kepada bank syariahnya apakah berani mengeksekusi Unique Selling Point tersebut agar proses restorasi perbankan syariah tersebut agar pernyataan masyarakat bahwasanya bank syariah sama saja dengan bank konvensional tidak lagi terdengar.

Referensi

Ascarya, A., & Sakti, A. (2022). Designing micro-fintech models for Islamic micro financial institutions in Indonesia. International Journal of Islamic and Middle …. https://doi.org/10.1108/IMEFM-05-2020-0233

Syamlan, Y. T. (2018). Does Dual Banking Differentiate The Investment Account Requirement? Tazkia Islamic Finance and Business Review, 11(2), 80–106. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.30993/tifbr.v11i1.132

Syamlan, Y. T., & Rahman, H. A. (2023). Analyzing the Volatility of Non-Core Deposits in Indonesian Islamic Banks: Sharia Restricted Intermediaries Accounts (SRIA) as Stabilizer? Journal of Accounting Research, Organization, and Economics, Vol. 6(3), 301–317.

Syamlan, Y. T., Sakinah, S., Mursalmina, M., & Asfiah, A. (2020). Term - Deposit Waqf Linked Isthisna ( TDWLI ): Proposed Models , Accounting Aspects , and Risk Management Analysis Sakinah Mursalmina Asfa Asfiah. Economica: Jurnal Ekonomi Islam, 11(1), 79–105.

Tamanni, L., Indra, I., Syamlan, Y. T., & Priantina, A. (2022). Islamic social fi nance and commercial fi nance : a marriage made in heaven ? Journal of Islamic Accounting and Business Research. https://doi.org/10.1108/JIABR-01-2021-0018

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement