Ahad 17 Dec 2023 05:30 WIB

Cara Militan Houti Membela Palestina yang Mulai Mendisrupsi Perdagangan Dunia

Pembajakan kapal dagang oleh militan Houti telah mengganggu jalur perdangangan dunia.

Bendera Palestina dan Yaman berkibar di dek kapal kargo Galaxy Leader, yang disita oleh Houthi di lepas pantai pelabuhan Al-Salif di Laut Merah di provinsi Hodeidah, Yaman, Selasa (5/12/2023).
Foto: EPA-EFE/YAHYA ARHAB
Bendera Palestina dan Yaman berkibar di dek kapal kargo Galaxy Leader, yang disita oleh Houthi di lepas pantai pelabuhan Al-Salif di Laut Merah di provinsi Hodeidah, Yaman, Selasa (5/12/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Andri Saubani, jurnalis Republika.

Maersk dan Lloyd, dua perusahaan kapal kargo pengangkut kontainer terbesar di dunia pada Jumat (15/12/2023) mengumumkan bahwa mereka untuk sementara menghentikan pelayaran kapal-kapal mereka yang biasa melintas di Laut Merah. Keputusan ini menyusul serangan simultan terhadap kapal-kapal mereka oleh militan Houti di dekat pesisir Yaman.

Baca Juga

Semua berawal pada 19 November, saat Galaxy Leader, kapal kargo milik Inggris yang dioperasikan oleh perusahaan Jepang menjadi korban. Di tengah perjalanan dari Turki menuju India, Galaxy Leader disetop oleh militan Houti di Laut Merah. Rekaman video aksi penyergapan Galaxy Leader dari laut dan udara kemudian viral di media sosial. 

Juru bicara militer Houti, Yahya Saree saat itu mengatakan, bahwa, pembajakan Galaxy Leader sebagai jawaban atas aksi brutal Zionis terhadap saudara Muslim mereka di Palestina. Lewat akun X-nya, Saree mengingatkan komunitas internasional jika mereka peduli atas keamanan dan stabilitas Timur Tengah, dunia harus bisa memaksa Israel menghentikan agresinya di Gaza.

Saat dunia awalnya mengira aksi Houti sekadar gertakan, faktanya rangkaian pembajakan terhadap kapal-kapal yang melintasi Luat Merah terus terjadi hingga Desember ini. Tidak hanya kapal kargo pengangkut kontainer, kapal tanker pengangkut minyak pun ikut jadi sasaran pembajakan.

Aksi militan Houti kini mulai mendisrupsi ekonomi tidak hanya Israel tapi juga negara-negara di Eropa yang selama ini tergantung pada jalur perdagangan di Laut Merah. Sial bagi kapal-kapal negara Barat yang ingin mengambil jalan pintas lewat Terusan Suez, mereka harus melewati selat Bab el-Mandeb, titik di mana para militan Houti menanti.

Selat Bab el-Mandeb adalah selat ketiga terbesar di dunia setelah Hormuz dan Malaka dalam hal jumlah kiriman minyak mentah. Lebih dari enam juta barel minyak setiap harinya dikirim menuju Eropa yang diangkut dengan kapal-kapal tanker melalui Samudera Hindia menuju Luat Merah.

Saking strategisnya, kapal-kapal yang yang melewati Bab el-Mandeb dan Suez membutuhkan waktu sembilan hari lebih sedikit ketimbang harus memutari benua Afrika. Para ahli maritim pun memperkirakan rute Bab el-Mandeb-Suez lebih menghemat ongkos perjalanan kargo 15 persen dibanding jalur laut lain menuju Eropa.

Sebagai ilustrasi, berdasarkan data dari Clarkson Research Services, Maersk saat ini memiliki 300 kapal kargo yang menjadi andalan banyak negara untuk mengirim barang atau komoditas lewat jalur laut. Menurut Institute of Export & International Trade, sekitar 12 persen dari nilai total perdagangan dunia bergantung pada jalur terusan Suez.

Jika aksi pembajakan kapal-kapal kargo dan tanker oleh militan Houti terus berlanjut, sudah barang tentu ekonomi negara-negara, khususnya di Eropa dan termasuk Israel akan terganggu. Harga-harga barang pasti akan mengalami lonjakan, dipicu meningkatnya harga jual minyak mentah akibat bertambahnya ongkos kirim. Inflasi pun tak terhindarkan.

Terlalu dini memang untuk menarik kaitan antara aksi pembajakan oleh militan Houti dengan sikap negara-negara Eropa terhadap perang di Gaza belakangan ini. Namun, dapat diduga, resolusi "Pelindungan Warga Sipil dan Penegakan Kewajiban terhadap Hukum dan Kemanusiaan" yang disahkan oleh Majelis Umum PBB pada Selasa (12/12/2023) lalu akibat mulai khawatirnya negara-negara Barat atas ancaman krisis ekonomi dalam waktu yang tak lama lagi.

Resolusi tersebut diadopsi PBB setelah didukung 153 negara, sedangkan yang menolak 10 negara, dan 23 abstain. Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa (UE), Josep Borrell pada Kamis (14/12/2023) pun mengungkapkan, bahwa makin banyak negara Uni Eropa yang mendukung gencatan senjata di Jalur Gaza. 

Amerika Serikat (AS) sebagai sekutu utama Israel pun tampak berhati-hati dalam merespons aksi militan Houti di Laut Merah. Respons represif yang berlebihan terhadap Houti malah bisa memicu meluasnya perang dan merusak stabilitas kawasan. Washington dikabarkan dalam waktu dekat akan merilis keputusan penting terkait pengamanan kapal-kapal dagang yang melintas di Laut Merah.

Kala agresi brutal Zionis Israel di Gaza semakin merajalela dan warga Palestina seperti berjuang sendirian tak diacuhkan negara-negara Arab di kawasan, militan Houti, yang meski kecil dari skala jumlah mengambil langkah besar lewat aksi mereka di Laut Merah. Saat raja-raja Arab cuma sibuk berkumpul dari satu pertemuan ke pertemuan lain yang hanya menghasilkan retorika, apa yang dilakukan Houti punya pengaruh signifikan terhadap nasib dan masa depan para sahabat Muslim di Palestina.

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement