REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Naufal (19 tahun) kembali turun dari kendaraannya. Entah sudah yang ke berapa kali dalam perjalanan pada Kamis (9/11/2023) malam itu. Rute yang dia lalui setiap hari selalu sama, dari salah satu perumahan di dekat Situ Rancayuda, Jl. Raya Sudamanik, Lumpang, Parung Panjang, Kabupaten Bogor, menuju Stasiun Parung Panjang, Parung Panjang, Kabupaten Bogor.
Jarak tempuh satu kali jalan yang dia tempuh hanya sekitar 5 km. Itu sudah pasti. Tidak kurang dan tidak lebih. Beda dengan waktu tempuh melalui rute itu. Terkadang bisa ditempuh hanya dengan waktu 15 menit, tapi tak jarang dia memakan waktu hingga tiga jam perjalanan pada rute yang sama.
Pemilik nama lengkap Muhammad Naufal Kosasih itu merupakan seorang pengemudi shuttle bus perumahan yang setiap harinya per satu jam sekali melayani penguni perumahan. Perjalanannya setiap hari dimulai pukul 06.00 WIB. Dia istirahat setelah mengantarkan penumpang pada jam perjalanan pukul 10.00 WIB. Perjalanannya dilanjut pukul 13.00 hingga pukul 20.00 WIB.
Dia merasa gerah dengan kondisi jalan yang selalu macet beberapa pekan terakhir. Kepada Republika, Naufal mengaku setiap hari terkena macet akibat di sepanjang jalan itu banyak truk yang beroperasi di luar jam operasional yang sudah ditentukan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor. Jalan yang dia lalui itu memang kini masih dilalui truk pengangkut hasil tambang di Rumpin, Kabupaten Bogor.
Sejatinya, Pemerintah Kabupaten Bogor sudah membuat aturan untuk menerapkan jam operasional bagi truk tambang yang melintas. Di mana, truk-truk bermuatan besar itu hanya boleh melintas pada Pukul 20.00 WIB-05.00 WIB setiap harinya. Peraturan itu mulai berlaku sejak 30 Desember 2021 lalu.
“Udah satu minggu saya setiap hari kena macet terus, mau pagi, siang, sore, malem. Udah jalanan makin ke sini makin ancur, dan anehnya kenapa di Parung Panjang jam operasional truk nggak berlaku sama sekali dan dia seenaknya jalan pagi, siang, sore,” ujar Naufal kepada Republika, Kamis (9/11/2023).
Lihat halaman berikutnya >>>