Jumat 03 Nov 2023 11:24 WIB

Membangun Progresivitas Zakat untuk Atasi Kemiskinan

Mengatasi kemiskinan menjadi tidak mudah karena kebutuhan dasar yang belum tercukupi.

Ilustrasi zakat. lembaga zakat tidak sekadar membantu warga miskin dari sisi sembako, tetapi secara bertahap juga memberi pembinaan mindset hidup.
Foto: Dok Republika
Ilustrasi zakat. lembaga zakat tidak sekadar membantu warga miskin dari sisi sembako, tetapi secara bertahap juga memberi pembinaan mindset hidup.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Imam Nawawi, Kepala Humas BMH Pusat

Dalam APBN 2022 dana perlindungan sosial mencapai Rp 431,5 triliun. Baznas mencatat kontribusi dari dana zakat mencapai 5,1% yakni senilai Rp 22,2 triliun. Jika zakat kemudian mendapat perhatian yang lebih dalam, terutama secara kebijakan yang memadai, tampaknya upaya membangun progresivitas zakat akan semakin bertemu titik terang.

Kalimat itu merupakan bagian dari upaya Baznas agar zakat mampu mendorong transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan bagi umat Islam. Karena itu, Baznas memandang pemikiran yang mampu mendorong zakat sebagai usaha mewujudkan transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan harus terus digali lebih dalam. Selain itu juga perlu dipublikasikan seluas-luasnya agar kebermanfaatan zakat dirasakan masyarakat luas.

Selama ini kita mendengar narasi dana zakat begitu besar, secara potensi mencapai Rp 327 triliun dan baru terealisasi mencapai Rp 22 triliun. Sekarang mari kita lihat lebih dalam. Jumlah umat Islam 2023 adalah 240,62 juta jiwa dan jumlah penduduk miskin sampai Maret 2023 menurut BPS adalah 25,90 juta jiwa.

Artinya kalau semua orang miskin itu kita anggap umat Islam, maka tersisa 214 juta jiwa umat Islam yang tidak miskin. Selain itu 25,90 juta jiwa itu terkategori miskin jika dalam sebulan hanya menghasilkan Rp. 2.592.667 per rumah tangga miskin per bulan.

Nah, apakah 214 juta jiwa umat Islam itu tidak bisa menolong 25,90 juta jiwa umat Islam yang miskin? Harusnya bisa. Namun mengapa faktanya belum teratasi, apakah lembaga zakat mampu memberikan jalan keluar secara langsung?

Pendekatan Dakwah

Mengatasi kemiskinan menjadi tidak mudah karena kebutuhan dasar yang belum tercukupi secara memadai. Selama orang miskin kita bantu hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar, mereka akan sulit mentas.

Akan tetapi jika pendekatan penanganan kemiskinan bersifat komprehensif, kemungkinan teratasi lebih terbuka. Misalnya, lembaga zakat tidak sekadar membantu warga miskin dari sisi sembako, tetapi secara bertahap juga memberi pembinaan mindset hidup.

Pengembangan program dakwah para dai dengan dukungan dana zakat bisa menjadi alternatif utama. Karena mindset terbaik yang harus warga miskin miliki adalah kesadaran iman yang tinggi, sehingga punya etos kerja kuat, etos ibadah yang baik, dan etos keilmuan yang baik.

Kita masih ingat bahwa beri kail, jangan beri ikan (secara terus-menerus). Kail tidak bisa berupa pekerjaan belaka. Karena orang yang bekerja tanpa iman akan mudah kehilangan tenaga di tengah jalan.

Lebih jauh, penanganan kemiskinan memang tidak bisa instan. Karena fokus (prioritas) dari lembaga zakat harus menyelamatkan anak-anak dan anak muda dari keluarga miskin, sehingga mereka mampu menjadi pemutus mata rantai kemiskinan.

Caranya adalah memberikan dorongan untuk belajar yang mengarahkan mereka punya skill dan mampu berwirausaha. Dengan cara seperti itu, sekalipun tidak tahun ini, kemiskinan bisa diputus pada rentang 5 hingga 15 tahun mendatang.

Dalam konteks lebih dalam, peran organisasi massa (ormas) Islam dapat diperkuat oleh kebijakan negara, sehingga pendayagunaan dana zakat benar-benar membawa perubahan yang secara langsung dapat diukur dengan mudah karena bermitra dengan ormas-ormas Islam. Adakah ide segar lain untuk membantu zakat benar-benar efektif menjawab soal kemiskinan di Indonesia? Mari berdialog, karena masalah ini butuh komitmen kita semua untuk mengatasinya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement