Kamis 02 Nov 2023 18:48 WIB

Peringati Bulan Kesadaran Kanker Paru Sedunia, Pemuda Diedukasi Hal Ini

Proporsi pemuda yang bukan perokok meningkat 5 persen.

Talkshow edukatif berjudul Lung of the Future: Young Health Program Drives Lung Cancer Screening.
Foto: Dok. Web
Talkshow edukatif berjudul Lung of the Future: Young Health Program Drives Lung Cancer Screening.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dalam rangka memperingati Bulan Kesadaran Kanker Paru Sedunia, AstraZeneca berkolaborasi dengan Kementerian Kesehatan dan Plan Indonesia untuk mengadakan acara talkshow edukatif berjudul “Lung of the Future: Young Health Program Drives Lung Cancer Screening”. Acara ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada para pemuda mengenai faktor risiko Kanker paru dan pentingnya bagi orangtua dan keluarga mereka untuk menjalani skrining kanker paru secara dini sesuai anjuran pemerintah.

Pada awal tahun, AstraZeneca telah menandatangani Nota Kesepahaman dengan Kementerian Kesehatan untuk mendukung pencapaian agenda transformasi kesehatan pemerintah dan sejak saat itu telah mendukung peluncuran dan sosialisasi program nasional skrining kanker paru serta mendidik para pemuda mengenai risiko merokok dan perokok pasif melalui AstraZeneca Young Health Programme.

Baca Juga

AstraZeneca Young Health Programme adalah inisiatif global yang bertujuan untuk memberdayakan para pemuda agar dapat membuat pilihan informasional terkait kesehatan dan kesejahteraan mereka, dengan fokus khusus pada penyakit tidak menular. 

President Director AstraZeneca Indonesia Se Whan Chon mengatakan, AstraZeneca Young Health Programme di Indonesia telah mencapai kemajuan yang luar biasa sejak 2018, mencapai hasil yang signifikan. Selama periode ini, program ini telah melatih 927 pendidik sebaya yang telah berperan penting dalam memberikan manfaat langsung bagi lebih dari 59 ribu pemuda dan lebih dari 5.000 orang dewasa. "Selain itu, dampak YHP telah berdampak pada masyarakat, memberikan manfaat tidak langsung bagi lebih dari 525 ribu pemuda dan lebih dari 595 ribu anggota masyarakat," kata dia. 

Menurut Se Whan, hasil yang nyata di kalangan pemuda sangat menjanjikan. Proporsi pemuda yang bukan perokok meningkat 5 persen dari yang tercatat selama baseline pada evaluasi final, dan ada peningkatan sekitar 16 persen pemuda melaporkan tidak mengonsumsi alkohol dibandingkan dengan yang tercatat selama baseline

"Hasil-hasil ini mencerminkan komitmen YHP dalam membentuk kehidupan individu muda secara positif dan memupuk perilaku yang lebih sehat, berkontribusi pada masa depan yang lebih cerah dan lebih peduli terhadap kesehatan," kata Se whan.

Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) adalah mitra AstraZeneca Indonesia dalam implementasi YHP dan menggunakan metode pendidik sebaya sebagai agen perubahan dalam pencegahan penyakit tidak menular (PTM) salah satunya adalah kanker paru-paru. 

Executive Director Plan Indonesia Dini Widiastuti menjelaskan, metode pendidik sebaya ini juga merupakan salah satu cara pendampingan untuk anak-anak dan kaum muda yang terlibat dalam berkampanye kepada teman-teman dan orang di sekitarnya termasuk orang tua.

Anak-anak yang berada dalam lingkungan rokok juga berisiko tinggi untuk terkena kanker paru-paru karena sebagai perokok pasif. “Pendekatan peer to peer yang dilakukan pendidik sebaya lebih tepat dalam menyampaikan pesan dan arahan fasilitas kesehatan yang dibutuhkan bagi teman sebayanya yang masih malu untuk membicarakannya dengan orang dewasa,” kata Dini.

Menurut Prof. Dr. Elisna Syahruddin, Sp.P(K), Ph.D., Executive Director di Indonesian Association for the Study on Thoracic Oncology (IASTO), kanker paru adalah penyakit tidak menular, tetapi sangat serius karena dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup dan kematian. Pembentukan jaringan atau tumor ganas di paru mengganggu fungsi paru dan dapat menyebar ke organ lain, terutama otak dan tulang. 

Ada beberapa faktor risiko yang berhubungan langsung dengan kanker paru yang dapat diatasi untuk mencegahnya. Faktor risiko ini termasuk polusi udara yang disengaja, seperti asap rokok yang dihasilkan oleh perokok. Selain itu, polusi udara yang tidak disengaja, seperti perokok pasif atau paparan polusi tinggi di tempat kerja atau daerah tinggal, juga berperan.

Kanker paru memerlukan waktu lama untuk menunjukkan gejala, sehingga pasien sering datang ke spesialis paru pada stadium lanjut. Namun, dengan beberapa metode, kanker paru dapat dideteksi pada stadium awal, memungkinkan tindakan yang dapat menghentikan perkembangan penyakit.

“Mendeteksi kanker paru-paru secara dini sangat penting, karena gejala sering muncul ketika penyakit sudah dalam stadium lanjut. Gejala ini meliputi batuk yang persisten, nyeri dada, dan kesulitan bernapas yang tidak membaik dengan pengobatan. Meskipun kanker paru adalah kondisi serius, kemajuan dalam perawatan medis memberikan harapan, dan berhenti merokok serta meminimalkan paparan risiko sangat penting untuk pencegahan,” ujar Elisna.

Sementara itu, Ketua Tim Kerja Penyakit Kanker dan Kelainan Darah, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dr. Theresia Sandra D. Ratih, MHA menuturkan, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diharapkan tidak hanya dalam pengobatan kanker paru-paru saja, namun juga pembiayaan skrining untuk deteksi dini juga ditanggung oleh pemerintah. Hal ini sesuai dengan mekanisme pembiayaan kapitasi yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2023, tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Program JKN.

Sasaran skrining ditujukan bagi usia 45-71 tahun dengan kriteria perokok aktif atau pasif atau berhenti merokok kurang dari 15 tahun. Lalu memiliki riwayat kanker paru pada keluarga yakni, ayah, ibu, dan saudara kandung. Serta dengan atau tanpa disertakan dengan gejala respiratori ringan. 

"Puskesmas melakukan deteksi dini lewat analisa mendalam untuk melihat kemungkinan risiko tinggi. Jadi ketika ke dokter pasien akan ditanya untuk skrining dan dilakukan diagnosis lebih mendalam untuk melihat apakah pasien masuk dalam risiko rendah, sedang atau tinggi," ungkap dr Sandra. 

Jika peserta JKN memiliki hasil skrining kanker paru resiko tinggi dari Puskesmas, lanjut Sandra maka mereka akan dirujuk ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) untuk konsultasi lebih lanjut dengan dokter Spesialis Paru atau Penyakit Dalam, dimana mereka dapat melakukan pemeriksaan rontgen toraks Low Dose CTScan (LDCT) sebagai skrining lanjutan atau deteksi dini kanker paru.

Skrining lanjutan atau deteksi dini kanker paru ini ditanggung BPJS satu kali dalam setahun bagi peserta JKN yang memiliki hasil skrining questionair kanker paru resiko tinggi agar mendapatkan diagnosa dalam stadium awal untuk meningkatkan keberhasilan upaya pengobatan.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement