REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Peneliti Utama Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, menyebut sosialisasi menjadi penyebab tingginya elektabilitas Partai Amanat Nasional (PAN). Anggota Muhammadiyah masih banyak yang memilih PAN.
"Di data saya, faktor utama peningkatan adalah sosialisasi PAN. Dalam 1 bulan terakhir, partai-partai mana yang sering ibu/bapak lihat di TV, radio, koran, sosial media, spanduk, baliho?' Nah, PAN itu naik signifikan. Hanya kalah dibanding PDI Perjuangan dan Gerindra,” kata Burhanuddin, menanggapirilis survei Lembaga Survei Indonesia (LSI), Rabu (4/10/2023).
"Nah, apakah sosialisasi PAN ini memuat di antaranya jingle PAN yang viral itu? Mungkin saja, tetapi jignle PAN itu masuk ke dalam kategorisasi sosialisasi," imbuhnya.
Dalam survei yang dilakukan LSI, suara PAN berada di posisi ke lima dengan 5 persen. Suara ini tipis dengan PKB yang ada di posisi ke emapt dengan 5,8 persen. Survei LSI dilakukan 18-20 September 2023.
Suara terbesar PAN disumbang pemilih dari Sumatra 7,1 persen, Jawa Tengah (Jateng) dan DIY 5,5 persen, dan Jawa Barat (Jabar) 5 persen. Namun, dukungan terbesar dari masyarakat perkotaan (5 persen) daripada pedesaan (2,9 persen).
Burhanuddin melanjutkan, PAN kian gencar melakukan sosialisasi setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan daftar calon legislatif tetap (DCT). "Beberapa bulan sebelumnya, PAN biasanya sosialisasi rendah,” kata dia.
Direktur Eksekutif LSI, Djayadi Hanan, juga menyebut, faktor utama yang berkontribusi terhadap peningkatan dukungan kepada PAN adalah sosialisasi. Menurutnya, efek ekor jas (coat-tail effect) atas tingginya kepuasan publik terhadap kinerja Jokowi justru dinikmati PDIP. Sekalipun bagian dari pendukung pemerintahan, asosiasi PAN dengan Jokowi tidak sekuat PDIP.
"Jokowi pun bukan dianggap tokoh yang representasi PAN. Apalagi, kalau kita ingat pada pemilu sebelumnya, PAN itu partai yang berkoalisi dengan lawannya Pak Jokowi. Jadi, kalau mau ikut atribusi dengan ketokohan Pak Jokowi tidak bisa,” kata Djayadi.
Menyangkut konsolidasi Muhammadiyah, Djayadi mengakui bahwa banyak anggota ormas Islam terbesar kedua di Indonesia tersebut memilih PAN. Kendati begitu, ia mengingatkan, karakteristik warga Muhammadiyah dalam memilih seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS). "Cenderung baru menentukan di ujung-ujung, menjelang hari H pemilu,” kata Hanan.