Rabu 20 Sep 2023 16:36 WIB

Risiko Tinggi Jadi Tantangan Besar Pengembangan Panas Bumi di Indonesia

Indonesia merupakan negara kedua yang memiliki potensi panas bumi di dunia.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Ahmad Fikri Noor
Pembangkit panas bumi.
Foto: Dok Pertamina Geothermal Energy
Pembangkit panas bumi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu tantangan pengembangan panas bumi di Indonesia adalah tingginya risiko dalam pengeboran dan juga operasional panas bumi. Selain itu, inkonsistensi aturan dan kebijakan pemerintah menghambat langkah investor untuk masuk ke Indonesia untuk melakukan pengembangan.

Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia Prijandaru Effendi mengatakan Indonesia mempunyai potensi panas bumi yang bisa jadi energi listrik yang besar yakni hingga 24 GW. Hanya saja, laju pertumbuhan kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dari tahun ke tahun lambat.

Baca Juga

"Hingga saat ini terpasang sudah 2.780 MW, atau rata-rata pertumbuhan panas bumi terpasang per tahunnya hanya sekitar 40 MW," kata Prijandaru dalam International Geothermal Conference, Rabu (20/9/2023).

Selain persoalan kebijakan yang berubah dan tinggi risiko, lambatnya pertumbuhan PLTP juga dikarenakan harga jual listrik panas bumi yang tidak masuk kepada angka keekonomian pengembangan panas bumi.

"Harga jual listrik, keekonomian proyek serta tingkat risiko yang tinggi menjadi tantangan besar pengembangan panas bumi di Indonesia," ujar Prijandaru.

Padahal, Indonesia merupakan negara kedua yang memiliki potensi panas bumi di dunia. Indonesia tercatat memiliki potensi 24 GW, di bawah Amerika yang mempunyai potensi hingga 30 GW. Jepang saja hanya 23,4 GW dan Kenya 1,5 GW.

Tercatat, saat ini kapasitas terpasang PLTP sebesar 2,3 GW. Padahal, pemerintah mentargetkan panas bumi menjadi salah satu backbone kelistrikan masa depan yang mendominasi sumber listrik bersih di Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement