Jumat 25 Aug 2023 21:38 WIB

Kemarau, Penyakit Diare di Sukabumi Capai Ribuan Kasus

Januari sampai dengan Juli 2023 sudah ada sebanyak 5.757 kasus diare di Sukabumi.

Rep: Riga Nurul Iman/ Red: Gita Amanda
Krisis air bersih akibat kekeringan membuat ribuan warga Sukabumi menderita diare. (ilustrasi)
Foto: AntaraAhmad Subaidi
Krisis air bersih akibat kekeringan membuat ribuan warga Sukabumi menderita diare. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI -- Penyakit diare menjadi salah satu yang perlu diwaspadai pada saat musim kemarau. Pasalnya, ketersediaan air bersih berkurang sebagai dampak kekeringan.

Salah satunya di Kota Sukabumi yang jumlah kasusnya cukup tinggi. ''Dalam rentang Januari sampai dengan Juli 2023 sudah ada sebanyak 5.757 kasus diare,'' ujar Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Sukabumi, Wita Darmawanti, Jumat (25/8/2023).

Baca Juga

Dari jumlah itu balita yang terkena diare mendominasi sebanyak 2.214 orang. Sementara sisanya adalah remaja hingga dewasa.

Tingginya kasus diare terang Wita disebabkan sejumlah faktor penyebab. Di antaranya perilaku manusia, cara memasak, ketersediaan air bersih dan lingkungan kurang sehat.

Untuk menekan kasus diare lanjut Wita, pihaknya memberikan imbauan kepada masyarakat seperti mencuci tangan memakai sabun sebelum dan sesudah makan, sesudah BAB/BAK dan sebelum tidur. Selain cuci tangan, tentunya makan makanan sehat dalam pemilihan bahan, pengolahan dan menghidangkannya.

''Kasus diare paling banyak di wilayah Kecamatan Cikole dan Baros,'' imbuh Wita. Kini kedua wilayah ini mendapatkan perhatian khusus dalam upaya edukasi pencegahan dan sosialisasi hidup sehat.

Selain diare, kasus penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Kota Sukabumi pada saat musim kemarau cukup tinggi. Pasalnya, dari data yang tercatat Dinkes terhitung Januari hingga Juli 2023 terdapat kasus ISPA sebanyak 35.045 kasus yang didominasi anak-anak.

''Dari data yang ada total kasus ISPA selama Januari hingga Juli 2023 sebanyak 35.045,'' ujar Wita. Rinciannya yakni, Januari sebanyak 6.188 kasus, Februari 5.022, Maret 4.303, April 3.614, Mei 6.725, Juni 4.689, dan Juli 4.507.

Dari data itu menunjukkan kasus ISPA cukup tinggi dan bila dirata-ratakan per bulan berkisar antara 3 ribu hingga 6 ribu kasus. Sementara, kasus tertinggi terjadi pada Januari dan Mei.

Wita menerangkan, pada musim kemarau saat ini, kultur cuaca dapat berubah secara tiba-tiba dari panas menjadi dingin. Hal tersebut menyebabkan tubuh harus beradaptasi cukup keras.

Dampaknya berpotensi menyebabkan imunitas tubuh menurun dan masyarakat rentan terkena penyakit. Ia mengatakan kebanyakan penderita ISPA ini merupakan usia anak-anak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement