REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aplikasi pemantau kualitas udara, Nafas Indonesia mendeteksi pada 17 Agustus lalu polusi udara turun di Jakarta dan sekitarnya, sehingga kualitas udaranya terdeteksi sangat baik. Namun menurut penelitian Nafas Indonesia, hal ini bukan karena masyarakat libur maupun work from home (WFH), melainkan kualitas angin.
"Polusi udara turun pas 17-an kok bisa? Mari kita lihat pakai data. Saat 17-an di sore hari sekitar pukul 16.00, Jakarta dan Bodetabek pada pemantau udara kami menunjukkan udara kuning bahkan ada yang hijau," kata Co-founder Nafas Indonesia Piotr Jakubowski di akun resmi X @poitrj dikutip Republika di Jakarta pada Ahad (20/8/2023).
Piotr mendeteksi bahwa beberapa jam sebelumnya pada tanggal 17 Agustus atau pada siang hari, polusi udara tinggi. Kualitas udara di aplikasi Nafas Indonesia masih merah terlebih di daerah Serpong.
"Beberapa jam sebelumnya, polusi udaranya di kanan kiri Jakarta atau Bodetabek merah semua masuknya sampai 127 P.M 2,5 di Serpong," katanya.
Poitr mengatakan, penyebab utama penurunan polusi pada Hari Kemerdekaan adalah karena arah angin. Dia menunjukkan grafik data polusi udara dari 16-19 Agustus 2023 yang menunjukkan penurunan drastis pada 17 Agustus mulai pukul 14.00 hingga 16.00 WIB.
Sementara itu, di waktu yang sama, angin dan kecepatan angin naik hampir 300 persen. Itu pun jalannya hanya beberapa jam, karena sesudah anginnya turun, polusinya sudah mulai naik.
"Jadi sayangnya bukan liburan atau WFH yang pengaruh pada polusi udara, tapi angin," tutup Piotr.
Untuk wilayah Serpong yang terdeteksi kerap mengalami kualitas udara buruk, Piotr menduga beberapa penyebab. Yaitu, industri, pembakaran sampah, konstruksi hingga lintas batas dari luar daerah.
"Saran kita adalah untuk menjalankan investigasi lebih lanjut disitu," katanya.