Kamis 06 Jul 2023 19:00 WIB

Ciri Hewan Terinfeksi Antraks Gelisah Hingga Rebahan, Terkadang Mati Mendadak

Hewan yang mati akibat antraks harus langsung dibakar atau dikubur.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Nora Azizah
Hewan yang rentan terkena antraks, antara lain Ruminansia atau herbivora, seperti sapi, kambing, domba, kerbau, kuda, babi, hewan liar, kelinci, marmot, dan mencit (Foto: ilustrasi sapi ternak)
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Hewan yang rentan terkena antraks, antara lain Ruminansia atau herbivora, seperti sapi, kambing, domba, kerbau, kuda, babi, hewan liar, kelinci, marmot, dan mencit (Foto: ilustrasi sapi ternak)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tradisi Brandu atau Purak di Gunungkidul, Yogyakarta, memang memperbolehkan penyembelihan hewan mati untuk dikonsumsi dagingnya dan dibagi-bagikan kepada warga. Namun, hal ini yang justru meningkatkan faktor risiko terjadinya kasus antraks pada manusia.

Direktur Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Nuryani Zaenuddin mengatakan, dalam konferensi pers daring, Kamis (6/7/2023), antraks tidak menyerang hewan berdarah dingin. Di banyak lokasi, penyakit ini disebut sebagai ‘penyakit tanah’ karena spora yang bisa bertahan lama di tanah.

Baca Juga

Nuryani mengatakan, hewan yang rentan terkena antraks, antara lain Ruminansia atau herbivora, seperti sapi, kambing, domba, kerbau, kuda, babi, hewan liar, kelinci, marmot, dan mencit. Namun, antraks tidak menyerang unggas dan burung, kecuali burung unta.

Nuryani mengungkapkan, ciri hewan terkena antraks menunjukkan gejala klinis, seperti demam tinggi, ternak gelisah, kesulitan bernapas, kejang, rebah, dan mati. Namun, tidak jarang mati mendadak tanpa menunjukkan gejala klinis.

Itu sebabnya, lanjut Nuryani, hewan yang mati akibat bakteri B.anthracis yang bersifat zoonosis tidak boleh dikonsumsi bagaimanapun pengolahannya. Dia meminta untuk langsung dilakukan pembakaran hewan tersebut.

“Hewan yang mati ini tidak boleh dibedah atau dilukai. Harus dibakar atau dikubur untuk mencegah penularan. Karena saat dibedah, spora (antraks) akan keluar dan masuk ke tanah dan akan melindungi diri hingga puluhan tahun,” kata Nuryani.

Nuryani menjelaskan, pengendalian antraks di Indonesia memang sudah banyak dilakukan. Namun demikian, karena spora yang bisa melindungi diri di tanah hingga puluhan tahun, beberapa jenis hewan sekitar lebih rentan terjangkit.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement