Ahad 04 Jun 2023 17:23 WIB

Konser Coldplay, Bukan untuk Kaum Mendang-mending

Menyaksikan konser boleh jadi merupakan salah satu jalan untuk merayakan keberhasilan

Poster pengumuman konser Coldplay di Jakarta, Indonesia, pada 15 November 2023. Tiket konser Coldplay dijual mulai 17 Mei 2023.
Foto: Instagram/@pkentertainment.id
Poster pengumuman konser Coldplay di Jakarta, Indonesia, pada 15 November 2023. Tiket konser Coldplay dijual mulai 17 Mei 2023.

Oleh : Endah Hapsari, Jurnalis Republika

REPUBLIKA.CO.ID, Ketika rumor tentang Coldplay akan menggelar konser di Asia mencuat, masyarakat mulai gegap gempita membicarakan kemungkinan tentang kebenaran tersebut. Ada yang yakin, namun tak sedikit yang pesimis.

Belakangan, ketika grup musik asal Inggris tersebut telah resmi mengumumkan akan menggelar konser di Jakarta, tak pelak euforia itu pun kian besar. Apalagi, saat harga tiket pun telah terungkap, yaitu mulai dari Rp 800 ribu hingga yang termahal mencapai Rp 11 juta.

Keriuhan itu makin semarak ketika mulai banyak yang berstrategi untuk bisa berhasil mendapatkan tiket tanpa bantuan calo hingga mengungkap strategi dapat uang untuk bisa membeli tiket yang boleh dibilang tidak murah tersebut.  Gema Coldplay kian kencang lantaran ternyata banyak yang tidak bisa mendapat tiket lantaran tiket termahal pun ludes dalam hitungan menit.

Buat para penggemar berat Coldplay, tak ada alasan untuk tidak menonton. Kapan lagi bisa menonton langsung Coldplay tanpa perlu mempersiapkan visa dan paspor ke luar negeri?

Namun, apa kabar untuk kaum yang merasa cukup suka dengan Coldplay namun agak gamang dengan harga tiket yang dibanderol cukup menguras kantong itu?

Di balik euforia itu, sebenarnya ada tiga hal yang patut disoroti: kesempatan, pengalaman, dan kesehatan mental.

Setelah melewati dan berhasil lolos dari maut bernama pandemi Covid 19, konser-konser yang kembali digelar bisa dibilang sebagai barang mewah. Kita yang masih bisa hidup sehat dan mampu bertahan hingga hari ini sudah selayaknya untuk merayakan keberhasilan diri sendiri dan orang-orang di sekitar kita setelah melewati masa sulit.

Kehadiran Covid-19 telah mengubah hampir setiap aspek kehidupan. Entah itu hubungan antara sesama manusia, keuangan, hingga karier. Di masa sulit itu, ketika ada pembatasan sosial hingga karantina, kebanyakan orang mengalami beberapa tingkat ketakutan, kemarahan, kesedihan, atau kesepian. Menurut catatan, lembaga kesehatan mental Amerika Serikat MHA, dari Januari hingga September 2020, lebih dari 1,5 juta orang mengikuti pemeriksaan kesehatan mental melalui program skrining secara daring.

Bahkan, sejak awal pandemi, lebih dari 80 persen dari mereka yang melakukan skrining depresi mendapat skor dengan gejala depresi sedang hingga berat. Pada September 2020, 37 persen mengatakan bahwa mereka mengalami pikiran untuk bunuh diri lebih dari separuh atau hampir setiap hari selama dua minggu sebelumnya.

Risiko tertular penyakit tersebut pun bisa membuat trauma. Belum lagi jika orang-orang terdekat pun mengembuskan napas terakhir akibat penyakit tersebut. Tingkat stres tambahan ini dapat memicu gejala kecemasan dan depresi pada orang yang belum pernah mengalaminya sebelumnya dan dapat memperburuk gejala pada orang yang sudah berjuang. Maka, ketika Anda termasuk orang-orang yang berhasil bertahan dari pandemi, inilah saatnya untuk memberikan penghargaan untuk diri sendiri.

Poin kedua adalah pengalaman. Bila ada ungkapan yang menyebutkan bahwa pengalaman adalah guru yang terbaik, itu bukan pernyataan tanpa makna.  Pengalaman dapat dimaknai sebagai satu proses hidup melalui suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa. Saat itulah, kita mengalami kontak secara langsung dengan satu fakta atau peristiwa. Alhasil, pengalaman dapat dianggap sebagai proses aktif dan sadar dalam melakukan sesuatu.

Penelitian yang dilakukan oleh para akademisi di Universitas Texas dan diterbitkan dalam Jurnal Psikologi Sosial Eksperimental menunjukkan bahwa menginvestasikan uang demi sebuah pengalaman akan jauh membuat bahagia ketimbang hanya memiliki sesuatu.

Bahkan, Albert Einstein pun mengatakan,''Satu-satunya sumber pengetahuan adalah pengalaman.''

Namun, pada akhirnya poin yang tak kalah penting adalah betapa urgennya kita memperhatikan masalah kesehatan mental.

Kesehatan mental mencakup kesejahteraan emosional, psikologis, dan sosial kita. Itu memengaruhi cara kita berpikir, merasakan, dan bertindak. Kesehatan mental juga membantu menentukan bagaimana kita menangani stres, berhubungan dengan orang lain, dan membuat pilihan yang sehat.

Lembaga layanan pengendalian dan pencegahan penyakit Amerika Serikat (CDC) menekankan bahwa kesehatan mental adalah komponen yang sama pentingnya dari kesehatan secara keseluruhan.

Ketika tuntutan yang diberikan pada seseorang melebihi kemampuannya untuk mengatasi, kesehatan mental mereka dapat terpengaruh. Misalnya, jika seseorang bekerja berjam-jam, merawat keluarga yang sakit, atau mengalami kesulitan ekonomi, mereka mungkin mengalami kesehatan mental yang buruk.

Maka tentu tak mudah untuk bisa menggapai mental yang sehat. Untuk mencapai itu, saat ini pun muncul istilah ‘mindfulness’. Asosiasi Psikologi Amerika (APA) mendefinisikan istilah tersebut sebagai satu kesadaran terhadap kondisi internal dan lingkungan seseorang. Dengan bersikap mindfulness atau memberikan perhatian penuh pada lingkungan sekitar, ini dapat membantu orang menghindari kebiasaan dan respons yang merusak atau otomatis dengan belajar mengamati pikiran, emosi, dan pengalaman saat ini lainnya tanpa menilai atau bereaksi terhadapnya.

Menyaksikan konser boleh jadi merupakan salah satu jalan untuk merayakan keberhasilan diri dan terkoneksi dengan lingkungan sekitar. Maka, ketika ada yang melontarkan ide bahwa daripada menghabiskan uang ratusan ribu hingga belasan juta rupiah lebih baik dialokasikan untuk hal A atau membeli produk B, lebih baik kembalikan saja hal itu pada kesadaran diri masing-masing.

Apakah sepadan menghabiskan jutaan rupiah untuk memberikan penghargaan dan berterima kasih pada diri sendiri yang pada akhirnya dapat memperkaya pengalaman dan meningkatkan kesehatan mental? Jika ya, lakukan. Jika tidak, mungkin ada baiknya berpikir ulang.

Mengutip dari pernyataan seorang perencana keuangan Annisa Steviani bahwa menonton konser itu bisa jadi pengalaman sekali seumur hidup atau melihat kemungkinan belum tentu grup tersebut akan bisa datang lagi ke Indonesia, ada lebih dari sekadar menggelontorkan sekian banyak rupiah demi menyaksikan aksi grup musik itu.

Maka, Viva La Vida, mari menikmati hidup.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement