REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Tekhnologi (Kemendikbudristek) memberikan waktu enam bulan bagi perguruan tinggi yang dijatuhi sanksi berat untuk melakukan perbaikan sebelum izin operasionalnya dicabut secara permanen.
"Setiap perguruan tinggi yang dijatuhi sanksi berat diberikan waktu enam bulan untuk memperbaiki masalah yang dihadapi," kata Direktur Kelembagaan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Diktiristek) Kemendikbudristek Lukman di Padang, Kamis (25/5/2023).
Lukman mengatakan, apabila perguruan tinggi tersebut berhasil menyelesaikan permasalahannya, semua hak yang sebelum dicabut dipulihkan Kemendikbudristek, termasuk izin penerimaan mahasiswa baru.
"Namun, kalau selama rentang waktu itu tidak bisa memperbaiki kesalahannya, kita cabut izin operasionalnya," kata dia menegaskan.
Sebelum izin operasional perguruan tinggi dicabut, Kemendikbudristek terlebih dahulu melakukan kajian. Setelah itu, akan diputuskan dijatuhi sanksi ringan, sedang, atau berat.
Untuk kategori sanksi ringan dan sedang penyelesaiannya dilakukan oleh Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI). Apabila masalah tersebut masih bisa dimediasi, tidak perlu sampai ke pusat atau sampai pada pencabutan izin operasional.
Namun, apabila pelanggaran yang dilakukan perguruan tinggi itu tergolong berat, harus diselesaikan langsung oleh Kemendikbudristek. "Biasanya kita tidak langsung cabut karena ada penghentian pembinaan, misalnya, tidak boleh menerima mahasiswa, tidak mendapatkan bantuan, tidak boleh wisuda sampai masalahnya selesai," kata dia.
Sementara itu, Kepala LLDIKTI Wilayah X Afdalisma mengatakan, penutupan sebuah perguruan tinggi swasta harus melalui kajian mendalam, termasuk pemantauan oleh tim evaluasi kinerja dari Kemendikbudristek.
"Perlu diingat, penutupan perguruan tinggi swasta tidak bisa serta-merta, harus ada kajian mendalam," kata dia.