Jumat 19 May 2023 23:40 WIB

Pentingnya Mitigasi Keselamatan Jurnalis di Indonesia

Kepolisian diminta konsisten dalam memberikan jaminan terhadap kebebasan pers.

Rep: Rahmat Fajar/ Red: Gilang Akbar Prambadi
Kegiatan jurnalistik (ilustrasi).Tingkat kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia semakin meningkat. Terdapat kasus penganiayaan fisik, ancaman, intimidasi, pelecehan, serta penghalangan terhadap pekerjaan jurnalistik kerap terjadi.
Foto: simplyzesty.com
Kegiatan jurnalistik (ilustrasi).Tingkat kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia semakin meningkat. Terdapat kasus penganiayaan fisik, ancaman, intimidasi, pelecehan, serta penghalangan terhadap pekerjaan jurnalistik kerap terjadi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tingkat kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia semakin meningkat. Terdapat kasus penganiayaan fisik, ancaman, intimidasi, pelecehan, serta penghalangan terhadap pekerjaan jurnalistik kerap terjadi. 

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mencatat bahwa terdapat 67 kasus kekerasan terhadap jurnalis pada akhir tahun 2022. Angka itu lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 43 kasus. 

Baca Juga

Kekerasan terhadap jurnalis adalah bentuk pelanggaran HAM dan antidemokrasi, mengingat jurnalis yang bekerja untuk menyampaikan informasi dan fakta kepada publik merupakan pembela HAM (Deklarasi PBB tentang Pembela HAM tahun 1998 dan SNP Komnas HAM tahun 2021) dan bagian dari menjaga iklim demokrasi. Oleh karena itu, perlu adanya mekanisme yang lebih efektif untuk melindungi kebebasan pers dan menjaga keamanan para jurnalis.

Dewan Pers, Komnas HAM, dan organisasi masyarakat sipil telah berupaya untuk menyelesaikan kasus kekerasan terhadap jurnalis. Namun, upaya ini belum memadai dan masih banyak kasus kekerasan yang terjadi. Terlihat dalam hasil pemeringkatan Indeks Kebebasan Pers Dunia 2022 oleh Reporters Without Borders (RSF), Indeks Kebebasan Pers di Indonesia menurun dari skor 62,60 pada tahun 2021 menjadi 49,27 pada tahun 2022. Pemeringkatan ini diukur dari beberapa indikator, yakni politik, hukum, ekonomi, sosial, dan keamanan. 

Yayasan TIFA dalam Program Jurnalisme Aman merangkum sejumlah temuan masih adanya kekerasan yang dialami jurnalis. Temuan bertajuk Laporan Assessment Regional Meeting: Penanganan Kekerasan terhadap Jurnalis di Tiga Wilayah Indonesia, menyebut masih kurangnya kebebasan jurnalis di Tanah Air. Oleh sebab itu, Yayasan TIFA menggandeng Tempo Media Group menggelar pertemuan Forum Konsultasi Nasional Ragam Pemangku Kepentingan: ‘Mitigasi Keselamatan Jurnalis di Indonesia’, yang diselenggarakan di Jakarta Pusat, Rabu (17/5/2023). 

Forum menghadirkan pembicara Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan, Ketua Komisi Hukum & Perundang-undangan Dewan Pers Arif Zulkifli, Penyuluh Muda Komnas HAM Adrianus Abiyoga, Komisioner Kompolnas Poengky Indarti, serta Ketua AJI (Aliansi Jurnalis Independen) Sasmito. 

Dalam forum tersebut Ahmad Ramadhan mengatakan, saat ini Polisi sudah bekerja sama dengan Dewan Pers dalam melindungi kebebasan pers. Kerja sama ini tertuang dalam surat Nomor 03/DP/MoU/III/2022 dan Nomor NK/4/III/2022.  

”Pendidikan tentang Hak Asasi Manusia (HAM) di kepolisian selalu diajarkan dari pendidikan tingkat terendah hingga pendidikan tingkat perwira,” kata Ahmad Ramadhan.

Koordinasi dengan Mabes Polri, menurut Arif Zulkifli, sudah berlangsung dalam empat periode kepemimpinan Dewan Pers.  

“Perjanjian kerja sama dengan Polri dibuat agar ada petunjuk teknis kasus mana yang akan diurus oleh Dewan Pers dan pihak kepolisian. Saat ini, Dewan Pers sedang menyosialisasikan hal ini sampai ke jajaran terendah di kepolisian,” ujar Arif Zulkifli.

Ketua AJI, Sasmito, menjelaskan hal yang sering terjadi ketika polisi mengusut kasus kekerasan pada jurnalis. “Pada tahap pelaporan, polisi sudah bingung untuk menentukan apakah kasusnya masuk ke dalam kategori kriminal khusus atau kriminal umum, apa lagi untuk mengusut kasusnya lebih lanjut?” kata Sasmito.

Menjawab keluhan dari AJI, Ahmad Ramadhan pada akhir acara mengatakan bahwa Polri siap untuk mengawal kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis yang belum terselesaikan.

Peserta forum ini datang dari berbagai kalangan, bukan hanya dari kalangan jurnalis, melainkan juga LSM dan masyarakat umum. Selain yang hadir luring di hotel Ashley Wahid Hasyim, diskusi ini juga dihadiri peserta daring melalui platform Zoom. Tercatat 90 peserta yang mendaftar untuk menghadiri forum ini.

Dalam sesi tanya jawab beberapa peserta memaparkan kasus-kasus yang mereka alami terkait dengan kekerasan yang dilakukan oleh aparat di lapangan.  

Hal ini tentu menjadi masukan penting bagi forum untuk memperluas diskusi ini ke seluruh Indonesia. Terutama untuk membangun pemahaman yang sama di antara pemangku kepentingan, antara lain lembaga penegak hukum, Dewan Pers, insan pers, termasuk media, dan organisasi masyarakat sipil untuk menyatakan komitmen bersama merawat kebebasan pers di Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement