Ahad 07 May 2023 06:27 WIB

Kendaraan Duta Besar Turki di Sudan Terkena Tembakan, Suasana Masih Mencekam

Sudan dilanda perang saudara antara tentara pemerintan dan RSF

Rep: Rizky Jaramaya, Amri Amrullah  / Red: Nashih Nashrullah
Asap mengepul di Khartoum, Sudan, Rabu, 3 Mei 2023. Banyak orang melarikan diri dari konflik di Sudan antara militer dan pasukan paramiliter saingan.
Foto: AP Photo/Marwan Ali
Asap mengepul di Khartoum, Sudan, Rabu, 3 Mei 2023. Banyak orang melarikan diri dari konflik di Sudan antara militer dan pasukan paramiliter saingan.

REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM – Kendaraan resmi duta besar Turki untuk Sudan terkena tembakan pada Sabtu (6/5/2023), saat pertempuran berlanjut antara tentara dan kelompok paramiliter di ibu kota Khartoum dan sekitarnya. Anadolu Agency melaporkan, tidak ada korban dalam insiden tersebut dan sumber tembakan belum diketahui. 

Pertempuran antara dua jenderal yang bersaing, yaitu panglima militer Abdel Fattah al-Burhan dan komandan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) Mohammed Hamdan Dagalo pecah pada 15 April lalu. Pertempuran ini menyebabkan lebih dari 550 orang tewas dan ribuan lainnya terluka. 

Baca Juga

Dalam beberapa bulan terakhir ada ketidaksepakatan antara kedua belah pihak mengenai integrasi RSF ke dalam angkatan bersenjata. Ini merupakan syarat utama dari perjanjian transisi Sudan dengan kelompok-kelompok politik. 

Sudan tidak memiliki pemerintahan yang berfungsi sejak musim gugur 2021 ketika militer membubarkan pemerintahan transisi Perdana Menteri Abdalla Hamdok. Militer kemudian mengumumkan keadaan darurat yang dikecam oleh kekuatan politik sebagai kudeta. 

Masa transisi dimulai pada Agustus 2019 setelah penggulingan Presiden Omar al-Bashir. Masa transisi ini dijadwalkan berakhir dengan pemilu pada awal 2024.  

Seorang pejabat intelijen tertinggi Amerika Serikat (AS) pada Kamis (4/5/2023) memprediksi konflik antara militer Sudan dan Pasukan Pendukung Cepat (Rapid Support Forces) paramiliter "kemungkinan besar akan berlarut-larut." Hal ini dikarenakan kedua belah pihak masih yakin bahwa mereka dapat menang secara militer dan hanya memiliki sedikit kemauan untuk berunding.

Direktur Intelijen Nasional Avril Haines menyampaikan penilaian intelijen AS yang suram tentang pertempuran yang meletus pada 15 April lalu, dalam kesaksiannya di hadapan Senat Komite Angkatan Bersenjata.

Baca juga: 22 Temuan Penyimpangan Doktrin NII di Pesantren Al Zaytun Menurut FUUI

Penilaian tersebut membayangi upaya-upaya internasional untuk membujuk pihak-pihak yang bertikai untuk mengakhiri kekerasan, yang telah menewaskan ratusan orang. Konflik ini juga telah mendorong sekitar 100 ribu orang mengungsi ke negara-negara tetangga, dan menimbulkan momok krisis kemanusiaan yang semakin parah.

"Pertempuran di Sudan antara angkatan bersenjata Sudan dan Pasukan Pendukung Cepat, kami nilai akan berlarut-larut karena kedua belah pihak percaya bahwa mereka dapat menang secara militer dan hanya memiliki sedikit keinginan untuk datang ke meja perundingan," ujar Haines.

Dia melanjutkan, kedua belah pihak sama-sama mencari sumber dukungan eksternal, yang jika datang, kemungkinan akan mengintensifkan konflik dan menciptakan potensi yang lebih besar untuk meluasnya tantangan di wilayah tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement