Selasa 18 Apr 2023 07:53 WIB

BNPB: Frekuensi Kebakaran Hutan dan Lahan Mulai Meningkat

Karhutla juga mulai terjadi seiring dengan mulai panasnya temperatur

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Esthi Maharani
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyampaikan bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) mulai meningkat frekuensinya seiring dengan berakhirnya musim penghujan.
Foto: dok. Kodim Tanah Datar
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyampaikan bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) mulai meningkat frekuensinya seiring dengan berakhirnya musim penghujan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyampaikan bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) mulai meningkat frekuensinya seiring dengan berakhirnya musim penghujan. Plt. Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari mengatakan, karhutla juga mulai terjadi seiring dengan mulai panasnya temperatur beberapa waktu terakhir.

"Di Aceh sudah mulai karhutla, di Kalimantan juga sudah mulai karhutla seperti yang kita sudah prediksi sebenarnya. Tiga provinsi utama di Sumatera yakni Riau, Jambi, Sumatera Selatan dan tiga provinsi utama Kalimantan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan," ujar Muhari dalam keterangannya dalam keterangannya di Disaster Briefing: Mudik Aman Bencana dikutip dari Youtube BNPB, Selasa (18/4/2023).

Muhari mengatakan seiring dengan musim hujan yang sudah di penghujung, kejadian bencana hidrometereologi basah seiring menurun yakni pada pekan lalu tercatat 24 kejadian bencana yakni cuaca ekstrem, banjir dan tanah longsor. Berdasarkan prediksi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), dua minggu ke depan cuaca dalam kondisi relatif aman.

Namun demikian, usai libur lebaran, seluruh stakeholder harus fokus mengantisipasi potensi karhutla.

"Mungkin setelah fase lebaran ini kita lintas Kementerian benar-benar harus fokus untuk antisipasi karhutla, tapi tentu aja sekali lagi kita harapkan dua minggu sampai akhir bulan April ini kita harapkan menjadi best weather-nya bagi masyarakat untuk bisa menikmati libur lebaran," kata Muhari.

Muhari menjelaskan, kasus karhutla di Aceh sendiri memang bukan pertama kalinya, sebab berdasarkan tren 10 tahun terakhir, kerap terjadi di Aceh. Namun demikian, Aceh bukan provinsi dominan karhutla karena wilayah tersebut bukan dominan tanaman gambut yang jenis kebakarannya luas dan bertahan lama serta menyebabkan kabut asap.

"Memang Aceh bukan provinsi gambut jadi memang kebakaran hutannya terjadi tetapi kemudian begitu area terbakarnya habis seperti halnya NTT. NTT itu kalau dari sisi luasan lahan terbakarnya jauh-jauh lebih besar dibanding Riau dan Jambi dan Sumatera Selatan. Tetapi karena kering alang alang begitu terbakar dengan cepat menghabiskan 1 bukit dan lembah habis habis semua, setelah itu selesai tidak merembet kemana-mana dan cepat padam dan dia tidak menyisakan asapnya," jelas Muhari.

Kondisi ini berbeda di Sumatera Selata, Riau dan Jambi yang jenis tanamannya banyak lahan gambut. Karena itu, penting untuk diwaspadai sejak jauh-jauh hari.

"Ketika api ini ada di lahan gambut sama seperti kita membakar sekam sebenarnya, di atasnya mungkin asap saja tapi di bawahnya menyala dan ini yang menjadi perhatian kita, sudah mulai mengarah kepada karhutla mulai dari utara nanti turun Sumatera Utara nanti turun ke Riau turun ke Jambi dan Sumsel," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement