Ahad 16 Apr 2023 13:57 WIB

Berebut Pengaruh di Tanah Afrika, Siapa yang Jadi Pemenang?

Ketidakstabilan politik dan ekonomi di ketiga negara ini dbeabkan ketidakstabilan.

Wakil President AS, Kamala Harris, lakukan kunjungan ke sejumlah negaa Afrika.
Foto: EPA-EFE/CAROLINE BREHMAN
Wakil President AS, Kamala Harris, lakukan kunjungan ke sejumlah negaa Afrika.

Oleh : Nidia Zuraya, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Di pengujung Maret lalu, Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) Kamala Harris melakukan lawatan tur ke Afrika. Salah satu tujuan dari rangkaian kunjungan Harris adalah melawan pengaruh Cina yang semakin besar di kawasan tersebut. Karena itu, tak mengherankan jika kunjungan tersebut akan dilakukan selama sepekan.

Negara pertama yang dikunjungi Harris dalam lawatan sepekannya ini adalah Ghana. Dia berada di negara tersebut selama tiga malam. Setelah itu, Harris menyambangi Tanzania selama dua malam dan Zambia selama semalam.

Mengapa tiga negara ini yang menjadi tujuan Wapres Harris? Ketidakstabilan politik dan ekonomi di ketiga negara ini yang melatarbelakangi lawatan perdana Harris ke Benua Afrika. 

Ghana menghadapi krisis utang dan inflasi tinggi. Pada saat bersamaan, Ghana juga mewaspadai ketidakstabilan dari kelompok-kelompok militan Islam dan tentara bayaran Rusia yang beroperasi di negara-negara utara Ghana.

Sementara itu, Tanzania sedang membuka lembaran baru politik. Sebab presiden perempuan pertama negara tersebut, Samia Suluhu Hassan, telah mencabut larangan adanya partai oposisi dan demonstrasi.

Zambia pun sedang mengukir perubahannya sendiri, seperti dekriminalisasi pencemaran nama baik presiden. Namun, kemajuan demokrasi di Tanzania dan Zambia tetap dinilai masih rapuh.

Ketidakstabilan ekonomi dan politik di sejumlah negara Afrika dimanfaatkan oleh para musuh AS. Rusia, Cina, dan Iran terus menancapkan pengaruhnya di negara-negara Afrika.

Rusia dan Iran terus memperkuat pengaruh politik dan militernya di kawasan Afrika. Rusia diketahui menempatkan sejumlah tentara bayarannya di negara-negara Afrika dan aktif menggelar latihan militer bersama Afrika Selatan.

Sementara Iran sejak lama menyatakan siap membantu negara Afrika yang memiliki cadangan uranium untuk mengembangkan fasilitas nuklir. Dukungan negara Afrika terhadap Iran terlihat ketika Uni Afrika mengusir diplomat senior Israel dari pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Tahunan Uni Afrika pada 18 Februari 2023 lalu dan menangguhkan status pengamat Israel di aliansi negara-negara Afrika tersebut.

Bahkan, Parlemen Afrika Selatan memberikan dukungannya kepada pemerintah untuk membatasi hubungan diplomatik dengan Israel. Selama ini Israel diketahui merupakan musuh abadi Iran dan sekutu abadi AS. 

Sedangkan Cina memilih menancapkan pengaruhnya di sektor perekonomian. Beberapa negara Afrika diketahui telah meneken perjanjian pinjaman utang dengan Cina. Nilai utang tersebut pun cukup besar.

Enam negara Afrika, seperti Angola, Kamerun, Republik Kongo, Djibouti, Ethiopia, dan Zambia mengirimkan lebih dari sepertiga pembayaran utang kepada Cina pada 2021. Bahkan tiga negara di Afrika, yakni Zimbabwe, Uganda dan Zambia, gagal membayar utangnya ke Cina.

Dalam lawatannya ke Afrika, Wapres AS Kamala Harris mengumumkan bantuan dana senilai 100 juta dolar AS untuk lima negara Afrika, yakni Benin, Ghana, Guinea, Pantai Gading, dan Togo. Dana itu diharapkan dapat membantu kelima negara menanggulangi ancaman ekstremisme.

Pada kesempatan itu, Harris menyampaikan bahwa AS ingin memperkuat kerja sama dengan seluruh negara Afrika. Tur diplomatik Harris dipandang sebagai upaya AS menancapkan kembali pengaruhnya atas Afrika. Dalam dua dekade terakhir, Cina telah banyak menanamkan investasi di benua tersebut, khususnya di bidang infrastruktur, pertambangan, kayu, dan perikanan.

Terkait tur diplomatik ke kawasan Afrika, Rusia sudah mencuri start. Pada 7 Februari 2023 lalu, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov melakukan kunjungan perdananya yang dianggap bersejarah ke Mali.

Rusia turut mengulurkan tangannya kepada Afrika. Lavrov mengatakan, Moskow akan membantu negara-negara di Afrika Barat dan Teluk Guinea menghadapi kelompok pemberontak ekstremis yang kejam. Dalam kesempatan tersebut Lavrov juga menegaskan, Rusia mendukung Afrika dalam menghadapi apa yang disebutnya sebagai 'pendekatan neo-kolonial' Barat.

Hingga saat ini, hanya Afrika Selatan yang sudah secara terbuka memperlihatkan keberpihakannya kepada musuh-musuh AS. Sementara di negara-negara tetangga Afrika Selatan, Negeri Paman Sam berusaha mengikis pengaruh Rusia, Cina dan kawan-kawan dari tanah Afrika.

Konflik di kawasan Timur Tengah, perairan Laut Cina Selatan, dan terakhir perang di Ukraina, semakin menguatkan aksi perebutan pengaruh di benua Afrika. Siapa saja bisa keluar sebagai pemenang dalam kompetisi ini. Tapi yang sudah pasti, tidak ada musuh atau sekutu yang abadi, yang ada hanya kepentingan yang abadi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement