Jumat 31 Mar 2023 17:26 WIB

Semarak Ramadhan dan Kearifan Dakwah di 3T

Ramadhan merupakan momentum menguatkan dakwah keislaman dan keindonesiaan.

Rakhmad Zailani Kiki
Foto: Dokpri
Rakhmad Zailani Kiki

RAKHMAD ZAILANI KIKI; Koordinator Bidang Riset, Penelitian dan Pengkajian Majelis Dai Kebangsaan (MDK) Pusat 

 

Baca Juga

 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bulan Ramadhan menjadi bulan yang bersejarah bagi kemerdekaan bangsa Indonesia karena proklamasi kemerdekaan untuk menjadi negara Indonesia yang berdaulat terjadi   pada tanggal 17 Agustus 1945 yang menurut tarikh Islam, bertepatan dengan hari Jumat tanggal 9 Ramadhan 1364 H. Dalam buku Api Sejarah 2 tulisan Prof.

Ahmad Mansur Suryanegara, disebutkan Bung Karno memilih angka 17 itu karena angka yang baik, 17 merupakan jumlah rakaat shalat dalam satu hari, selain itu juga 17 Ramadhan hari diturunkannya Al-Qur`an dan Jumat merupakan hari yang mulia. Karena itu, bulan Ramadhan di Indonesia disebut juga sebagai bulan kemerdekaan atau bulan kebangsaan. Maka sudah sepatutnya, di setiap bulan Ramadhan, umat Islam di Indonesia mengisinya juga dengan kegiatan-kegiatan dan materi-materi dakwah yang dapat memperkuat wawasan kebangsaan dengan semangat cinta tanah air sebagian dari pada iman, hubbul wathan minal iman, dan juga diniatkan sebagai ibadah dalam rangka hifdz ad-daulah, menjaga negara. 

Bagi umat Islam yang tinggal di ibu kota, di kota-kota besar, kotamadya, kabupaten atau di daerah-daerah yang mudah dijangkau dan juga bukan daerah rawan  separatisme, dakwah dengan tema-tema kebangsaan mungkin sudah tidak begitu penting. Namun bagi umat Islam yang berada di daerah 3T, masalah kebangsaan masih menjadi persoalan penting untuk diperhatikan dan ditangani semua pihak, bukan hanya pemerintah. 

Pengertian daerah 3T adalah daerah yang tergolong dalam daerah tertinggal, terdepan, dan terluar. Tertinggal berarti memiliki kualitas pembangunan yang rendah, di mana masyarakatnya kurang berkembang dibandingkan dengan daerah lain dalam skala nasional. Lalu dari sisi geografis berada di daerah terdepan dan terluar wilayah Indonesia.

Berdasarkan Perpres No. 63 Tahun 2020 tentang Penetapan Daerah Tertinggal 2020-2024, ada 62 kabupaten yang masuk kategori ini, namun sebelum adanya perpres tersebut, pada tahun 2014, Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) mengeluarkan daftar daerah 3T sebanyak 183 daerah yang bersumber dari badan dan lembaga pemerintah pusat. Jumlah yang berbeda ini tentu memiliki alasan dan terkait juga dengan perbedaan waktu, alasan, ruang lingkup dan kriteria penilaiannya yang dapat dipertanggungjawabkan.

Termasuk penetapan daerah 3T untuk kepentingan dakwah yang dilakukan oleh Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama RI di bulan Ramadhan 1444H ini, yaitu: Banten, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Timur  juga berdasarkan alasan dan kriteria penilaian dakwah dalam konteks penguatan kebangsaan yang bersumber dari data badan dan lembaga pemerintah.         

Contoh daerah 3T di  Nusa Tenggara Timur (NTT) yang ditetapkan sebagai daerah dakwah 3T di bulan Ramadhan 1444H oleh Kementerian Agama RI yang didukung oleh Lazis Assalam Fil Alamin adalah Atambua,  kota di Indonesia yang paling ujung, terluar dan terdepan yang menghadap negara Timor Leste. Terletak di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, Atambua menjadi saksi perceraian Indonesia dengan Timor Timur.

Ada persoalan dualisme kebangsaan karena penduduk wilayah Atambua memiliki banyak kesamaan budaya, di antaranya bahasa yang digunakan dengan penduduk Timor Leste sehingga perlu terus digalakan pemberikan pemahaman wawasan kebangsaan oleh para pendakwah dari berbagai agama resmi yang ada di Indonesia, untuk umat Islam di Atambua tentu dengan pendekatan dakwah Islam agar jiwa kebangsaan mereka sebagai bangsa Indonesia, sebagai warga negara Indonesia, tetap kokoh dan semakin kokoh berlandaskan nilai-nilai dan ajaran Islam. 

Begitu pula dengan umat Islam yang berada di daerah-daerah tertinggal, dalam hal ini tertinggal wawasan kebangsaannya karena menjadi daerah rawan separatisme yang memperjuangkan berdirinya negara sendiri yang terpisah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan menggunakan dalil-dalil ajaran agama,  maka dakwah kebangsaan sangat diperlukan dan harus secara terus-menerus dilakukan.

Saya sendiri sebagai pengurus Majelis Dai Kebangsaan (MDK) Pusat ditugaskan oleh Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama RI untuk mendampingi dan mengantar para dai ke beberapa daerah di  wilayah Jawa Barat. Tempat tinggal dan lokasi dakwahsebagian para dai ini berada di desa-desa terpencil atau tertinggal yang banyak dihuni oleh eks NII (Negara Islam Indonesia) sehingga kegiatan dan tema-temah dakwah mereka sepanjang bulan Ramadhan 1444H sebagian besar juga untuk penguatan wawasan kebangsaan mad`u atau obyek dakwah. 

Terlebih dari penilaian para dai 3T yang sudah melakukan aktivitas dari dari awal Ramadhan sampai tulisan ini ditanyangkan di daerah dakwahnya yang banyak dihuni oleh eks NII tersebut bahwa  ilmu keagamaan sudah cukup tinggi dikuasai oleh penduduk setempat, hanya ada segelintir orang saja yang belum bisa baca tulis Al-Qur`an, namun yang menjadi masalah serius adalah masalah paham kebangsaan mereka yang belum selesai karena masih adanya oknum-oknum di daerah dakwah mereka yang terus berupaya mensyiarkan aliran-aliran pemahaman yang memberontak terhadap negara kepada penduduk setempat. 

Semoga para dai 3T ini dapat mengatasi persoalan-persoalan kebangsaan tersebut dan kita semua turut juga mendo`akan dan bila perlu membantu mereka semampu yang kita bisa. Dkarenakan mempertahankan kemerdekaan dan memperkuat kebangsaan sama sulitnya dengan memproklamasikan dan merebut kemerdekaan untuk bangsa ini di bulan Ramadhan yang suci.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement