Senin 27 Mar 2023 23:24 WIB

Tingkatkan Produktivitas Pangan, Ini Saran dari BRIN

Menghasilkan produk pangan tak butuh lahan luas, melainkan butuh teknologi.

Petani merontokkan padi di lahan persawahan di Cisaranten Kidul, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (16/3/2023). Menurut BRIN, bila Indonesia punya produksi pangan yang tinggi, maka Indonesia tidak perlu lahan yang luas untuk menghasilkan produk pangan melainkan butuh teknologi.
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Petani merontokkan padi di lahan persawahan di Cisaranten Kidul, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (16/3/2023). Menurut BRIN, bila Indonesia punya produksi pangan yang tinggi, maka Indonesia tidak perlu lahan yang luas untuk menghasilkan produk pangan melainkan butuh teknologi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional, Marsudi Wahyu Kisworo menyampaikan, negara eksportir pangan besar dunia tidak selalu negara dengan lahan yang luas. Negara pengekspor pangan besar dunia tertinggi adalah Amerika Serikat, Belanda, Jerman, dan Brasil.

Bila Indonesia punya produksi pangan yang tinggi, maka Indonesia tidak perlu lahan yang luas untuk menghasilkan produk pangan melainkan butuh teknologi. "Negara-negara eksportir pangan besar dunia kini gencar memanfaatkan berbagai inovasi teknologi mulai dari teknologi hulu hingga hilir, sehingga menghasilkan produktivitas pangan yang tinggi," kata Marsudi di Jakarta, Senin (27/3/2023).

Baca Juga

Selain itu, transportasi bahan baku juga penting dengan menggunakan teknologi pascapanen. Marsudi mengungkapkan bahwa Indonesia adalah negara dengan food loss atau pangan yang rusak cukup tinggi mencapai 30 persen.

Gudang penyimpanan dengan dinding beton menyebabkan bahan baku pangan, seperti beras cepat rusak. Inovasi controlled atmospheric storage (CAS) merupakan ruang penyimpanan, tapi atmosfernya dikendalikan, sehingga bakteri-bakteri pembusuknya tidak hidup, salah satunya dengan menggunakan ozon.

"Di luar negeri sudah biasa, tapi di Indonesia belum banyak yang mengembangkan," ucapnya.

Oleh karena itu, kehadiran BRIN bertujuan mengonsolidasikan sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologi. Yaitu sumber daya manusia, infrastruktur, dan anggaran, untuk meningkatkan critical mass, kapasitas, dan kompetensi riset Indonesia. "BRIN hadir untuk mewujudkan ekosistem riset dan inovasi berstandar global, bersifat terbuka (inklusif) dan kolaboratif bagi semua pihak, baik akademisi, industri, komunitas, dan pemerintah," terang Marsudi.

Indonesia menargetkan jadi negara maju pada 2045, dengan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita sebesar 23 ribu dolar AS. Sementara pada 2022, PDB per kapita mencapai 5.000 dolar AS.

Untuk keluar dari negara dengan pendapatan kelas menegah, Indonesia harus menerapkan inovasi untuk bangsa. "Pondasi ekonomi berbasis riset diperlukan harus berkesinambungan dan berfokus pada digital, ekonomi hijau, dan ekonomi biru," ujarnya.

 

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement